Selasa, 12 November 2024

Kristus, Pusat Segala Ciptaan - Kolose 1:16


https://youtu.be/Q2Ol9W-mrWg

 

 

Kristus, Pusat Segala Ciptaan - Kolose 1:16

"Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia." (Kolose 1:16)

 

Ayat ini melukiskan gambaran yang megah tentang keunggulan dan supremasi Yesus Kristus atas seluruh ciptaan. Paulus dengan tegas menyatakan bahwa Yesus bukan hanya bagian dari ciptaan, tetapi Dia adalah Pencipta itu sendiri, sumber dari segala sesuatu yang ada.

Di dalam Dialah Diciptakan Segala Sesuatu:

Frasa ini menekankan peran aktif Kristus dalam penciptaan. Dia bukan hanya saksi dari tindakan penciptaan, tetapi Dia sendiri yang menciptakan segala sesuatu. Keilahian-Nya terlihat jelas dalam kuasa-Nya untuk menciptakan alam semesta yang luas, dari bintang-bintang di langit hingga atom-atom terkecil.

Yang Ada di Sorga dan yang Ada di Bumi, Yang Kelihatan dan Yang Tidak Kelihatan:

Ayat ini meluaskan cakupan penciptaan Kristus, meliputi seluruh realitas, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Alam semesta fisik yang kita lihat, termasuk bintang-bintang, planet, gunung, lautan, dan kehidupan di bumi, adalah hasil karya tangan-Nya. Namun, penciptaan tidak hanya mencakup yang fisik. Kristus juga menciptakan dunia rohani, termasuk malaikat, roh-roh, dan segala kekuatan spiritual.

Baik Singgasana, Maupun Kerajaan, Baik Pemerintah, Maupun Penguasa:

Paulus kemudian menyebutkan berbagai jenis kekuasaan dan otoritas di alam semesta, menunjukkan bahwa semua kekuatan, baik politik, sosial, maupun spiritual, tunduk kepada Kristus. Bahkan "singgasana" dan "kerajaan," yang melambangkan kekuasaan tertinggi, juga diciptakan oleh-Nya. Tidak ada kekuasaan yang independen dari Kristus, dan semua kekuasaan berfungsi dalam rangka rencana kekal-Nya.

Diciptakan Oleh Dia dan Untuk Dia:

Ayat ini mengungkap tujuan utama dari penciptaan. Segala sesuatu diciptakan "oleh Dia," menunjukkan peran aktif Kristus dalam penciptaan. Namun, segala sesuatu juga diciptakan "untuk Dia," yang menunjukkan tujuan akhir dari seluruh ciptaan, yaitu untuk memuliakan Dia.

Implikasi Bagi Kehidupan Kita:

Pengakuan akan keunggulan Kristus atas seluruh ciptaan memiliki implikasi yang mendalam bagi hidup kita:

·        Pengakuan Keunggulan: Kita dipanggil untuk mengakui keunggulan Kristus atas segala sesuatu dan menempatkan-Nya di tempat pertama dalam hidup kita.

·        Ketaatan dan Pemuliaan: Kehidupan kita harus menjadi respon atas kehendak-Nya dan refleksi dari kemuliaan-Nya.

·        Harapan yang Kokoh: Kita dapat hidup dengan penuh keyakinan karena Yesus adalah Raja atas segala sesuatu. Tidak ada yang terjadi di luar kendali-Nya, dan kita aman di bawah pemerintahan-Nya.

Mari kita merenungkan keagungan Kristus dan hidup dalam ketaatan dan pemuliaan kepada-Nya. Dia adalah Pencipta dan Raja kita, dan segala sesuatu ada untuk memuliakan-Nya.

Doa:

Bapa Surgawi, terima kasih atas karya penciptaan-Mu yang menakjubkan melalui Putra-Mu, Yesus Kristus. Bantulah kami untuk memahami keunggulan-Nya atas segala sesuatu dan hidup dalam ketaatan dan pemuliaan kepada-Nya. Amin.

 

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

 

Senin, 11 November 2024

Yesus, Gambar Allah yang Tidak Kelihatan - Kolose 1:15


https://youtu.be/c6lqKRc0r0w

 

Yesus, Gambar Allah yang Tidak Kelihatan - Kolose 1:15

 

"Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan." (Kolose 1:15)

Ayat ini melukiskan gambaran yang agung tentang Yesus Kristus, menegaskan keilahian dan supremasinya atas seluruh ciptaan. Paulus menggunakan dua pernyataan kunci: "gambar Allah yang tidak kelihatan" dan "yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan."

Gambar Allah yang Tidak Kelihatan:

Frasa ini menunjukkan hubungan yang erat antara Yesus dan Allah Bapa. Allah, yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia, menyatakan diri-Nya sepenuhnya dalam diri Yesus. Yesus bukan hanya representasi atau refleksi Allah, melainkan manifestasi-Nya yang sempurna. Melalui Yesus, kita dapat melihat wajah Allah, memahami sifat-Nya, dan merasakan kasih-Nya.

Dalam Yohanes 14:9, Yesus berkata, "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa." Kata-kata ini menegaskan bahwa Yesus adalah cerminan yang sempurna dari Allah Bapa. Dalam diri-Nya, kita menemukan sifat Allah yang tidak kelihatan, yaitu kasih, kebenaran, dan kuasa.

Yang Sulung, Lebih Utama dari Segala yang Diciptakan:

Ungkapan ini menekankan keunggulan Yesus atas seluruh ciptaan. Yesus bukanlah bagian dari ciptaan, melainkan Pencipta itu sendiri. Dia ada sebelum segala sesuatu dan segala sesuatu diciptakan oleh-Nya dan untuk-Nya. Dia adalah sumber segala sesuatu, dan segala sesuatu ada untuk memuliakan Dia.

Sebagai yang sulung, Yesus memiliki otoritas tertinggi atas segala sesuatu. Segala sesuatu, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, tunduk kepada-Nya. Tidak ada yang lebih besar atau lebih berkuasa daripada Dia.

Implikasi Bagi Kehidupan Kita:

Ayat ini memiliki implikasi yang mendalam bagi kehidupan kita sebagai orang percaya.

·        Pengenalan yang Lebih Dalam tentang Allah: Melalui Yesus, kita dapat mengenal Allah yang tidak kelihatan dengan lebih baik. Kita dapat melihat kasih, kebenaran, dan kuasa-Nya diwujudkan dalam kehidupan dan karya-Nya.

·        Ketaatan dan Pemuliaan: Karena Yesus adalah yang sulung dan berdaulat, kita dipanggil untuk hidup dalam ketaatan kepada-Nya. Kita harus menjadikan-Nya sebagai yang pertama dan utama dalam hidup kita dan memuliakan-Nya dalam segala hal.

·        Harapan yang Kokoh: Kita dapat hidup dengan penuh ketenangan dan keyakinan karena Yesus berdaulat atas segala sesuatu. Tidak ada yang terjadi di luar kendali-Nya, dan kita aman di bawah pemerintahan-Nya.

Mari kita merenungkan keagungan Yesus dan hidup dalam ketaatan dan pemuliaan kepada-Nya. Dia adalah sumber dari segala sesuatu dan tujuan dari hidup kita.

 

Doa:

Bapa Surgawi, terima kasih atas kasih karunia-Mu yang besar dalam mengutus Putra-Mu, Yesus Kristus, sebagai gambar-Mu yang sempurna. Bantulah kami untuk mengenal-Mu lebih baik melalui Dia dan hidup dalam ketaatan dan pemuliaan kepada-Nya. Amin.

 

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

Minggu, 10 November 2024

dan Pengampunan - Kolose 1:14


https://youtu.be/4xng_3A6JSk

 

Penebusan dan Pengampunan - Kolose 1:14

 

"Di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kolose 1:14)

 

Ayat ini menyentuh inti dari pesan Injil, yaitu keselamatan kita melalui Yesus Kristus. Kata "penebusan" mengacu pada tindakan membebaskan seseorang dari perbudakan dengan membayar harga tebusan. Kita, yang terikat oleh dosa, dibebaskan dari perbudakan ini melalui kematian Kristus di kayu salib. Harga tebusannya adalah darah-Nya yang suci, yang menggenapi tuntutan keadilan Allah atas dosa kita.

Pengampunan dosa adalah konsekuensi langsung dari penebusan. Allah, dalam kasih-Nya yang besar, menghapus catatan dosa kita sepenuhnya. Kita dibebaskan dari beban rasa bersalah dan rasa malu yang membebani hati kita. Melalui pengampunan, hubungan kita dengan Allah dipulihkan, dan kita dapat mendekat kepada-Nya dengan penuh keyakinan dan tanpa rasa takut.

Penebusan dan pengampunan membawa transformasi total dalam hidup kita. Kita bukan lagi orang yang sama. Kita dibebaskan dari kuasa dosa, diberi hidup baru, dan diberi kesempatan untuk hidup dalam kekudusan yang memuliakan Allah. Kita dipanggil untuk menjalani hidup yang mencerminkan kasih dan pengampunan yang telah kita terima.

Renungkanlah beberapa pertanyaan berikut:

·        Bagaimana Anda merasakan kebebasan dan sukacita yang diberikan oleh pengampunan dosa?

·        Bagaimana Anda dapat hidup dalam ketaatan dan kesucian sebagai bukti terima kasih atas kasih karunia Allah?

·        Siapa yang perlu Anda bagikan berita penebusan dan pengampunan ini?

Mari kita bersukacita dalam karya keselamatan Allah di dalam Kristus, dan menjadi saluran kasih karunia-Nya bagi dunia di sekitar kita.

Doa:

Bapa Surgawi, terima kasih atas kasih karunia-Mu yang besar. Terima kasih atas penebusan dan pengampunan yang telah Engkau berikan melalui Putra-Mu, Yesus Kristus. Bantulah kami hidup dalam kebebasan dan damai sejahtera yang Engkau berikan, dan menjadikan hidup kami sebagai kesaksian bagi kasih-Mu. Amin.

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

Kamis, 07 November 2024

Warisan dalam Terang (Kolose 1:12)


https://youtu.be/o2IVrPAejII

 

Warisan dalam Terang (Kolose 1:12)

 

Kolose 1:12  dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang.

Kolose 1:12 memancarkan rasa syukur Paulus atas karya Allah yang luar biasa dalam hidup orang percaya. Ayat ini menggambarkan hak istimewa kita sebagai ahli waris kerajaan Allah, dipanggil untuk hidup dalam terang-Nya.

Ucapan Syukur: Paulus mengajarkan kita untuk menanggapi anugerah Allah dengan ucapan syukur. Keselamatan, warisan rohani, dan hidup dalam terang semuanya adalah pemberian Allah yang tak ternilai. Rasa syukur bukanlah sekedar kewajiban, melainkan luapan hati yang mengakui kebaikan dan kasih karunia-Nya.

Layak di Hadapan Allah: Kita tidak layak menerima anugerah Allah, namun karena karya Kristus, kita dilayakkan. Transformasi ini mengingatkan kita akan kedalaman kasih dan kemurahan Allah yang memulihkan hubungan kita dengan-Nya.

Warisan Orang-orang Kudus: Kita memiliki warisan rohani yang tak ternilai, yaitu janji kehidupan kekal dan persekutuan dengan Allah. Warisan ini bukanlah sesuatu yang kita peroleh, melainkan anugerah yang diterima dengan iman kepada Kristus. Kita adalah bagian dari komunitas orang-orang kudus, bersama-sama mewarisi janji-janji Allah.

Hidup di Dalam Terang: Terang melambangkan kebenaran, kehidupan, dan kehadiran Allah. Kita dipanggil untuk hidup di dalam terang, menjauhi kegelapan dosa dan mencerminkan terang Kristus dalam dunia. Hidup dalam terang berarti hidup dalam ketaatan, kekudusan, dan kasih.

Kolose 1:12 mengajak kita untuk merenungkan kedudukan kita di dalam Kristus. Kita adalah ahli waris kerajaan Allah, dilayakkan untuk menerima berkat-berkat-Nya, dan dipanggil untuk hidup dalam terang-Nya. Kiranya renungan ini memperbaharui rasa syukur kita dan memotivasi kita untuk hidup layak sebagai anak-anak terang.

 

Doa Respon

 

Bapa Surgawi, kami mengucap syukur atas anugerah keselamatan dan warisan rohani yang Kau berikan. Terima kasih karena Engkau telah melayakkan kami untuk menjadi bagian dari orang-orang kudus dan hidup dalam terang-Mu. Mampukan kami untuk hidup seturut panggilan kami, mencerminkan terang Kristus dalam dunia yang gelap ini. Ajar kami untuk selalu bersyukur dan menghargai warisan kekal yang telah Kau sediakan bagi kami. Dalam nama Yesus, Amin.

 

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

Rabu, 06 November 2024

Kekudusan Ranjang (Ibrani 13:4)

 

Ibr  13:4  Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.


Pdt. Johannis Trisfant, MTh


Penulis kitab Ibrani dalam Ibrani 13:4 memberikan pengajaran yang mendalam mengenai pentingnya menghormati dan menjaga kesucian pernikahan sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup kudus yang dituntut dari setiap orang percaya. Dalam ayat ini, penulis tidak hanya menyerukan untuk menghormati pernikahan sebagai sebuah institusi, tetapi juga memberikan peringatan yang sangat serius bahwa Allah akan menghakimi mereka yang melanggar kesucian ikatan pernikahan. Penulis ingin menekankan bahwa pernikahan bukan hanya sekadar ikatan emosional atau perjanjian sosial antara dua individu, tetapi merupakan sebuah perjanjian yang kudus di hadapan Allah yang mengandung tanggung jawab moral, spiritual, dan sosial. Penekanan ini penting karena pernikahan mencerminkan kasih setia Allah kepada umat-Nya, dan dengan demikian, setiap orang Kristen dipanggil untuk menghormati pernikahan sebagai wujud ketaatan kepada kehendak Allah.

Pada masa itu, pemikiran dan pandangan mengenai pernikahan di kalangan masyarakat Yunani-Romawi sangat berbeda dari pandangan Kristen. Dalam budaya Yunani-Romawi, pernikahan sering kali tidak diiringi oleh komitmen penuh, terutama di kalangan pria. Kesetiaan pernikahan sering kali tidak dijunjung tinggi, dan norma sosial memberikan kelonggaran bagi pria untuk memiliki hubungan seksual di luar pernikahan, baik dengan selir atau budak. Bagi pria dalam budaya Yunani-Romawi, berhubungan dengan wanita selain istri sering kali tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap ikatan pernikahan, melainkan sebagai bagian dari kebebasan dan hak mereka. Bahkan, memiliki hubungan tambahan di luar pernikahan bisa dianggap sebagai tanda status sosial atau kekuasaan, sementara istri dianggap lebih sebagai penjaga rumah tangga atau penerus keturunan.

Selain itu, di dalam komunitas Yahudi, juga terdapat pandangan yang berbeda mengenai pernikahan dan kesetiaan dalam ikatan pernikahan. Beberapa pemimpin Yahudi mulai memberikan pengajaran bahwa perceraian diperbolehkan dalam situasi-situasi tertentu, yang berbeda dari ajaran Yahudi tradisional yang menekankan pentingnya kesetiaan penuh dalam pernikahan. Di sisi lain, beberapa kelompok asketis di kalangan Yahudi maupun Kristen menganggap pernikahan sebagai halangan bagi kesucian spiritual. Mereka berpendapat bahwa hubungan seksual atau segala hal yang berkaitan dengan tubuh adalah najis, sehingga mereka lebih memilih hidup dalam selibat. Pandangan ini bahkan mempengaruhi beberapa orang Kristen awal, yang melihat bahwa selibat adalah cara hidup yang lebih tinggi, dan pernikahan hanya diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu menahan diri.

Namun, penulis kitab Ibrani menentang pandangan-pandangan ini dengan sangat tegas. Dia mengajarkan bahwa pernikahan adalah anugerah yang kudus dari Allah, yang seharusnya dihormati oleh semua orang, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Dengan demikian, nas ini merupakan pengingat bahwa pernikahan bukanlah penghalang bagi kesucian atau kedewasaan rohani, tetapi justru merupakan panggilan hidup yang kudus yang harus dijalani dengan penuh rasa hormat, tanggung jawab, dan kesetiaan. Penulis mengajarkan bahwa semua orang, tanpa kecuali, dipanggil untuk menghormati pernikahan dan menjaga kemurniannya sebagai wujud dari kehidupan yang benar di hadapan Tuhan.

Penulis menggunakan istilah “ranjang pernikahan yang tidak tercemar” sebagai simbol yang menekankan pentingnya menjaga kesucian hubungan seksual di dalam ikatan pernikahan. Istilah ini mengacu pada konsep bahwa hubungan intim dalam pernikahan adalah sesuatu yang diberkati oleh Tuhan dan merupakan ekspresi kasih yang murni antara suami dan istri. Ranjang pernikahan adalah tempat yang seharusnya dihormati dan dijaga dari segala bentuk dosa seksual seperti perzinahan dan percabulan. Dalam budaya Yahudi, ranjang pernikahan dianggap sebagai simbol kesucian, di mana pasangan dapat mengungkapkan kasih mereka dalam ikatan yang sah dan diberkati oleh Tuhan. Istilah ini juga menunjukkan bahwa segala bentuk hubungan di luar ikatan pernikahan akan mencemarkan apa yang telah Tuhan tetapkan sebagai kudus. Penulis Ibrani ingin menekankan bahwa hubungan seksual adalah sah dan kudus hanya dalam ikatan pernikahan, dan hubungan di luar itu adalah dosa yang menajiskan ikatan pernikahan.

Lebih jauh lagi, penulis memberikan peringatan tegas bahwa Allah akan menghakimi orang yang melanggar kesucian pernikahan. Hal ini menggarisbawahi bahwa dosa-dosa yang mencemarkan pernikahan, seperti perzinahan dan percabulan, akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dari Allah yang adil. Dalam konteks Perjanjian Lama, perzinahan dipandang sebagai dosa yang sangat serius, yang bahkan bisa dihukum mati. Perintah “Jangan berzinah” dalam Sepuluh Perintah Allah menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesetiaan dalam pernikahan sebagai bagian dari ketaatan kepada Tuhan. Perintah ini dimaksudkan untuk melindungi kesucian hubungan pernikahan serta menjaga ketertiban dan keharmonisan dalam komunitas. Perzinahan tidak hanya mengkhianati pasangan, tetapi juga merusak tatanan sosial dalam komunitas dan melanggar ketetapan Tuhan.

Penulis tidak hanya berbicara kepada mereka yang menikah, tetapi juga menyerukan kepada seluruh jemaat, termasuk mereka yang belum menikah, untuk menghormati pernikahan. Panggilan untuk menghormati pernikahan yang disampaikan kepada semua orang ini menunjukkan bahwa setiap anggota jemaat, baik yang sudah menikah maupun belum menikah, memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mendukung kesucian pernikahan. Menghormati pernikahan bukan hanya berarti menjaga kesetiaan dalam hubungan sendiri, tetapi juga menunjukkan sikap hormat terhadap pernikahan orang lain, termasuk menahan diri dari tindakan-tindakan yang dapat merusak pernikahan orang lain. Ini adalah panggilan untuk hidup dalam integritas dan menghormati ikatan suci pernikahan sebagai bagian dari komitmen bersama dalam komunitas Kristen.

Dalam konteks zaman sekarang, nas ini sangat relevan di tengah tingginya angka perceraian dan berbagai tantangan besar yang dihadapi oleh pasangan yang menikah. Kehidupan modern yang penuh dengan tekanan pekerjaan, masalah keuangan, dan tuntutan hidup sering kali menguji kesetiaan dalam pernikahan. Banyak pasangan Kristen menghadapi berbagai tantangan dalam mempertahankan hubungan mereka di tengah kesibukan yang padat dan gangguan dari dunia digital yang sering kali merusak keintiman dalam hubungan. Di masa kini, di mana budaya sering kali mengabaikan nilai-nilai kesetiaan dan komitmen dalam pernikahan, panggilan untuk menghormati pernikahan dan menjaga kesuciannya menjadi sangat penting bagi orang Kristen. Penulis Ibrani memberikan pengingat bahwa pernikahan Kristen bukan hanya ikatan emosional atau perjanjian sosial, tetapi adalah panggilan yang kudus dan sakral yang harus dijalani dengan penuh hormat sebagai kesaksian bagi dunia tentang kasih Allah yang setia dan abadi.

Selain itu, penulis juga menunjukkan pentingnya peran gereja dalam mendukung pasangan yang menikah. Gereja dipanggil untuk menjadi tempat di mana pasangan yang menikah dapat menemukan dukungan dalam menjaga hubungan mereka. Namun, di beberapa gereja, tuntutan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan pelayanan sering kali bisa membebani pasangan yang menikah, yang terutama memiliki anak kecil dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengurus keluarga. Banyak pasangan mungkin merasa terbebani dengan kegiatan gereja yang padat, yang dapat mengurangi waktu berkualitas yang seharusnya mereka habiskan bersama keluarga. Penulis Ibrani mengingatkan bahwa gereja yang bijaksana harus memberikan ruang dan dukungan bagi pasangan untuk membangun hubungan yang kokoh di rumah. Gereja harus memperhatikan agar tuntutan pelayanan tidak sampai mengganggu keharmonisan dan kesejahteraan keluarga.

Dengan mendukung pasangan untuk membangun hubungan yang sehat, gereja juga membantu mewujudkan panggilan hidup kudus yang Tuhan kehendaki bagi umat-Nya. Keluarga yang kuat adalah fondasi dari gereja yang kuat, dan gereja harus menyadari bahwa mendukung pasangan yang menikah untuk hidup dalam kesetiaan adalah bagian dari pelayanan kepada Tuhan. Gereja yang menghormati pernikahan akan menguatkan komunitas dan memberikan kesaksian yang baik bagi dunia. Dengan demikian, penghormatan terhadap pernikahan bukan hanya merupakan tanggung jawab pribadi tetapi juga tanggung jawab komunitas gereja.

Penulis kitab Ibrani menyampaikan bahwa Allah akan menghakimi mereka yang melanggar ikatan pernikahan. Peringatan ini mengingatkan kita bahwa setiap tindakan yang mencemarkan pernikahan, baik melalui perzinahan maupun dosa seksual lainnya, akan berhadapan dengan penghakiman Allah. Dalam perspektif Alkitab, perzinahan adalah dosa yang melawan Allah dan merusak kesucian yang diberikan Tuhan kepada pernikahan. Tindakan tidak setia dalam pernikahan bukan hanya melukai pasangan tetapi juga merusak hubungan manusia dengan Tuhan yang telah menetapkan pernikahan sebagai panggilan yang kudus. Allah sebagai Hakim yang adil akan menuntut pertanggungjawaban dari mereka yang memilih untuk hidup dalam dosa dan mengabaikan panggilan untuk hidup dalam kesucian.

Pada akhirnya, penghormatan terhadap pernikahan dan menjaga kesucian seksual adalah bagian integral dari ibadah kepada Tuhan. Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang kudus, dan umat-Nya dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, termasuk dalam kehidupan pernikahan. Penulis Ibrani menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap kesucian pernikahan bukan hanya tindakan yang mencemarkan hubungan pribadi, tetapi juga bentuk pengingkaran terhadap kasih dan kebenaran yang Tuhan kehendaki untuk umat-Nya. Dalam perspektif penulis, hidup yang kudus bukan hanya soal mematuhi peraturan, tetapi adalah panggilan untuk hidup dalam kebenaran dan kasih, mencerminkan kesetiaan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam ikatan pernikahan.

Sebagai komunitas iman, gereja memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi teladan dalam kehidupan yang menghormati pernikahan dan menjaga kesucian. Setiap anggota komunitas dipanggil untuk menjadi contoh hidup dalam menghormati ikatan pernikahan, baik dalam perkataan, sikap, maupun perbuatan. Dengan memandang pernikahan sebagai anugerah yang kudus, komunitas Kristen memberikan kesaksian hidup yang kuat kepada dunia mengenai nilai-nilai kasih dan kesetiaan yang Tuhan tetapkan.



Pdt. Johannis Trisfant, MTh


 


Minggu, 03 November 2024

Kasih dalam Roh (Kolose 1:8)


https://youtu.be/Cy4InaHSwrc

 

Kasih dalam Roh (Kolose 1:8)

 

Kolose  1:8  Dialah juga yang telah menyatakan kepada kami kasihmu dalam Roh.

 

Kolose 1:8, "Dialah juga yang telah menyatakan kepada kami kasihmu dalam Roh," memberikan jendela mengintip ke dalam hati jemaat di Kolose. Melalui laporan Epafras, Paulus mendengar kabar menggembirakan tentang kasih yang mekar di tengah mereka, bukan kasih biasa, tetapi kasih yang lahir dari Roh Kudus. Ayat singkat ini memberikan pelajaran berharga bagi kita hari ini.

Kasih yang Dilaporkan: Epafras, seorang rekan seperjuangan Paulus, bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membagikan kesaksian tentang karya Roh Kudus. Laporannya tentang "kasih dalam Roh" menunjukkan betapa pentingnya kepekaan rohani dan kepedulian terhadap pertumbuhan iman sesama. Seperti Epafras, kita pun dipanggil untuk memperhatikan dan saling menguatkan dalam perjalanan iman.

Kasih yang Berasal dari Roh: "Kasih dalam Roh" bukanlah hasil usaha manusia semata, melainkan anugerah Allah yang dicurahkan melalui Roh Kudus. Kasih ini melampaui kemampuan manusia, bersifat agape – kasih tanpa syarat yang mencerminkan kasih Allah sendiri. Ini mengingatkan kita bahwa tanpa Roh Kudus, kita tak mampu mengasihi dengan sungguh-sungguh seperti yang dikehendaki Tuhan.

Kasih yang Mempersatukan: Di tengah keberagaman latar belakang, kasih dalam Roh menjadi perekat yang mempersatukan jemaat Kolose. Kasih ini mengatasi perbedaan dan prasangka, menciptakan ikatan persaudaraan sejati dalam Kristus. Di dunia yang semakin terpecah belah, kasih ini menjadi teladan dan kesaksian yang kuat akan kuasa Injil.

Kasih yang Menunjukkan Pertumbuhan Rohani: Kasih dalam Roh adalah buah yang nyata dari kehidupan yang diubahkan oleh Kristus. Kasih ini bukan sekadar teori atau pengetahuan, tetapi manifestasi nyata dari iman yang hidup. Seperti jemaat Kolose, kita pun dipanggil untuk menunjukkan buah Roh dalam kehidupan sehari-hari, menjadi saksi Kristus melalui kasih yang kita tunjukkan.

Kasih yang Melindungi dari Kesesatan: Di tengah pengaruh ajaran-ajaran sesat, kasih dalam Roh menjadi benteng pertahanan bagi jemaat Kolose. Kasih ini meneguhkan identitas mereka sebagai umat Allah dan membimbing mereka untuk tetap berpegang teguh pada kebenaran Injil. Dalam dunia yang penuh dengan ajaran yang menyesatkan, kasih dalam Roh menjadi kompas yang menuntun kita kepada Kristus.

Kasih yang Menguatkan: Laporan Epafras tentang kasih jemaat Kolose menjadi sumber penguatan bagi Paulus. Kasih ini menunjukkan bahwa pekerjaan Tuhan nyata di tengah-tengah mereka, memberikan harapan dan semangat di tengah tantangan. Demikian pula, kasih yang kita tunjukkan dapat menjadi sumber penguatan bagi saudara seiman dan memuliakan nama Tuhan.

Marilah kita merenungkan Kolose 1:8 dan mengizinkan Roh Kudus memenuhi hati kita dengan kasih-Nya. Biarlah kasih ini mengalir dalam hidup kita, mempersatukan kita, melindungi kita dari kesesatan, dan menjadi kesaksian yang nyata bagi dunia. Kiranya kita, seperti jemaat Kolose, dikenal karena "kasih dalam Roh."

 

Doa Respon

 

Ya Bapa, terima kasih atas kasih dalam Roh yang Kau curahkan. Ajar kami mengasihi seperti Engkau mengasihi, tanpa syarat dan penuh pengorbanan. Satukan kami dalam kasih-Mu, agar dunia melihat Kristus melalui hidup kami. Penuhi kami dengan Roh Kudus-Mu, agar kasih-Mu nyata dalam setiap tindakan dan perkataan kami. Dalam nama Yesus, Amin.

 

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

Jumat, 01 November 2024

Epafras: Teladan Kesetiaan dalam Pelayanan


https://youtu.be/hd3Equ-3ybU

 

Epafras: Teladan Kesetiaan dalam Pelayanan

 

Kolose 1:7  Semuanya itu telah kamu ketahui dari Epafras, kawan pelayan yang kami kasihi, yang bagi kamu adalah pelayan Kristus yang setia.

 

Paulus memperkenalkan Epafras, seorang tokoh kunci dalam berdirinya jemaat di Kolose. Ia bukan hanya pembawa Injil, melainkan juga teladan kesetiaan dalam pelayanan, yang patut diteladani oleh setiap orang percaya.

Epafras, Pembawa Injil: Paulus menegaskan bahwa jemaat Kolose telah menerima Injil dari Epafras. Ia adalah penginjil yang pertama kali memberitakan kabar baik tentang Yesus Kristus di kota itu, meletakkan dasar bagi berdirinya jemaat.

Teman Sepelayanan yang Dikasihi: Paulus mengungkapkan hubungannya yang erat dengan Epafras, bukan hanya sebagai rekan kerja, melainkan sebagai sahabat yang dikasihi. Ini menunjukkan pentingnya relasi yang sehat dan saling mendukung dalam pelayanan.

Pelayan Kristus yang Setia: Epafras adalah seorang "diakonos," pelayan Kristus yang setia. Ia tidak melayani untuk kepentingan diri sendiri atau mencari popularitas, melainkan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk melayani Tuhan dan jemaat-Nya.

Kesetiaan bagi Jemaat Kolose: Epafras menunjukkan kesetiaannya secara khusus kepada jemaat di Kolose. Ia mencurahkan waktu dan tenaga untuk melayani mereka, memperhatikan kebutuhan rohani mereka, dan membimbing mereka dalam iman.

Teladan di Tengah Tantangan: Kesetiaan Epafras menjadi sangat penting di tengah ancaman ajaran-ajaran sesat yang mengintai jemaat Kolose. Ia menjadi teladan yang kokoh, yang menunjukkan bagaimana seharusnya seorang pelayan Kristus bersikap dan bertindak.

Refleksi:

·        Apakah kita menghargai peran para pelayan Tuhan yang telah membawa Injil ke dalam hidup kita?

·        Apakah kita membangun relasi yang sehat dan saling mendukung dengan saudara-saudari seiman, terutama dengan mereka yang melayani di tengah-tengah kita?

·        Apakah kita meneladani kesetiaan Epafras dalam pelayanan kita kepada Tuhan dan sesama?

Mari kita belajar dari Epafras, menjadikan kesetiaan sebagai ciri khas pelayanan kita. Kiranya kita melayani dengan hati yang tulus, mengutamakan Kristus dan kebutuhan jemaat-Nya, sehingga hidup kita menjadi berkat bagi banyak orang dan memuliakan nama Tuhan.

 

 

Doa Respon

 

Ya Tuhan, kami bersyukur atas teladan Epafras, pelayan-Mu yang setia. Ajar kami untuk memiliki hati yang mengasihi seperti Paulus, yang menghargai dan mendukung para pelayan-Mu. Mampukan kami untuk meneladani kesetiaan Epafras dalam melayani Engkau dan sesama, terutama di tengah tantangan dan kesulitan. Kiranya hidup dan pelayanan kami memuliakan nama-Mu. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

 

 

 

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung