Senin, 06 Oktober 2014

Doa dan karakter Allah ( Lukas 11:5-8)

Oleh : Pdt. Yohannis Trisfant

Anda tidak perlu berteriak dengan sangat keras. Dia lebih dekat dengan kita daripada yang kita pikirkan. (Brother Lawrence)

Lukas 11:5-8 Lalu kata-Nya kepada mereka: "Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, (6) sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; (7) masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara. (8) Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya.


Doa yang efektif berhubungan dengan respon kita terhadap kehadiran Allah, dan terhadap sifat-sifat Allah. Perumpamaan dalam Lukas 11: 5-8 ini kepada kita, bahwa Allah itu terhormat sehingga manusia dapat yakin bahwa doanya akan dijawab oleh Tuhan.
Doa mempertaruhkan nama Allah, sifat Allah. Oleh sebab itulah kita dapat berdoa dengan penuh keyakinan bahwa doa kita akan dijawab oleh Tuhan. Hal-hal inilah yang menjadi jaminan buat kita ketika berdoa, yakni bahwa doa mempertaruhkan integritas Allah.

Kita akan melihat penjelasannya dari perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 11: 5-8 ini.


Kita mungkin pernah mengalami peristiwa ini. Kedatangan tamu pada malam hari. Bukan tamu yang tak diundang. Tamu dari jauh. Di Timur Tengah, kebanyakan tamu tiba di tujuan pada tengah malam, karena mereka mengadakan perjalanan pada malam hari untuk menghindari panas terik matahari. Namun kondisi kita berbeda dengan mereka yang hidup di Timur Tengah pada zaman itu. Jika kita kedatangan tamu pada malam hari kita tidak akan kesulitan mencari makanan untuk tamu kita, sebab ada kulkas, dan sampai tengah malam pun masih ada penjual makanan. Di Bandung saja ada nasi kuning tengah malam.ada perkedel tengah malam, ada bubur tengah malam, ada Nasi goreng dan Mie Goreng masih banyak yang berjualan. Tetapi di Timur Tengah pada saat perumpamaan ini diceritakan tidak ada penjual makanan di tengah malam, belum ada Kulkas. Tidak ada mie instan. Orang yang kedatangan tamu pada tengah malam ini bingung. Pemilik rumah pasti panik:

"Wah........gawat........ kamar untuk tinggal ada, tetapi tamunya belum makan, dan saya tidak punya persediaan roti untuk dihidangkan. Masakan tamu ini tidak disuguhkan makanan? Nanti tamunya tidak bisa tidur dalam kondisi perut lapar. Dan kalau pun tamu saya tidak lapar, saya tetap mesti menjamunya. Ini sudah kebiasaan di Timur Tengah. Tamu tidak bisa dicuekin. Nanti saya akan dianggap tuan rumah yang tidak ramah terhadap tamu. Pokoknya saya akan usahakan agar tamunya merasa terkesan dengan sambutan dan keramahtamahan saya. Mungkin teman saya dan juga tetangga saya masih punya persediaan roti, saya akan pinjam rotinya dulu, besok baru saya ganti. Saya akan pinjam 3 roti. 3 roti sudah lebih dari cukup. Saya saja sekali makan hanya satu roti."

Kira-kira seperti itu kepanikan dari orang yang kedatangan tamu tengah malam ini. Dia kemudian segera mengambil inisiatif yakni pergi ke rumah sahabatnya, ke tetangganya. Apa yang dia lakukan? Dia memanggil-manggil temannya atau tetangganya yang sedang tidur, "kawan, pinjamkanlah kepadaku roti tiga buah." Pada saat orang ini datang ke rumah tetangganya, tentangganya sedang apa? Sudah tidur. Pintu dan jendela sudah ditutup, dan anak-anaknya pun sudah tidur. Rumah di Israel secara khusus di desa, kecil dan hanya memiliki 1 ruangan yang digunakan sebagai ruang tamu, ruangan makan dan kamar Tidur. Setting rumah mereka Three in One. Satu ruangan dengan tiga fungsi. Kalau kita bandingkan dengan di Indonesia, ini merupakan rumah tipe RSSSS(rumah sangat sederhana semakin sengsara). Rumah di desa Israel juga hanya memiliki satu pintu yang dibiarkan terbuka sepanjang hari. Dan kalau sudah malam, kepala keluarga akan menutup pintu dengan memakai sebuah palang kayu yang disilangkan. Kita bisa membayangkan, bahwa kalau pintu dibukakan, maka akan sulit sekali karena tempat tidur tersebar di lantai dan kalau pintu dibuka menerima tamu, anak-anak pasti terbangun, mereka akan kena angin malam. Itulah sebabnya, ketika tetangganya datang memanggilnya meminta roti dia merasa keberatan. Tetangga yang sedang tidur ini pasti menggerutu,
"Ah.....tetangga ini menganggu saja."
"Bagaimana saya bisa bangun dan memberikan roti? nanti anak-anakku terbangun. Tetapi kalau saya tidak bangun dan memberikan roti, nanti tidak enak.Akhirnya tetangga ini bangun juga dan memberikan roti kepada sahabatnya, yang bertetangga dengan dia.

Tuhan Yesus berkata dalam Lukas 11:5


Lalu kata-Nya kepada mereka: "Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti (Luk 11:5)." Terjemahan dalam versi bahasa inggris, bunyinya seperti ini:
KJV: "Which of you shall have a friend, and shall go unto him at midnight, and
say unto him, Friend, lend me three loaves."
ASV : "Which of you shall have a friend, and shall go unto him at midnight, and
say to him, Friend, lend me three loaves"
RSV: "And he said to them, "Which of you who has a friend will go to
him at midnight and say to him, `Friend, lend me three loaves"

Dalam terjemahan KJV, ASV, RSV, memakai frase "which of you, "siapakah diantara kamu." Kalimat seperti ini seringkali dipakai oleh Tuhan Yesus dalam berkotbah. Misalnya dalam Lukas 14:5 Kemudian Ia berkata kepada mereka: "Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?"Jawabannya pasti : tidak seorangpun diantara kita yang tidak segera menarik anaknya keluar atau lembunya kalau terperosok kedalam sebuah sumur.
Demikian juga dalam Lukas 15:4; "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Jawabannya adalah pasti tidak seorangpun diantara kita yang kalau mempunyai seratus ekor domba dan jikalau kehilangan seekor lantas tidak mencarinya. Pasti dicari.
Kalimat "siapa diantara kamu juga dipakai dalam Lukas 17:7 "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan!. Jawabannya adalah tidak seorangpun diantara kita yang kalau mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak akan berkata, mari segera makan.
Dan kembali dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus mengatakan siapakah diantaramu yang memiliki seorang teman dan kemudian datang kepadanya pada tengah malam dan berkata: "Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara.........ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya

Pasti tidak ada seorangpun teman yang akan menolak mengabulkan permintaan sahabatnya yang datang kepadanya pada tengah malam untuk minta tolong.

Saudara coba saja minta tolong kepada sahabatmu pada tengah malam. Jikalau dia dengarkan ketukanmu, maka pasti dia akan bangun dan menolongmu

Jikalau tetangga ini tidak mau bangun dan menolong sahabatnya yang mengetuk tengah makam, maka dia akan merusak nama baiknya.

Dia akan dianggap sebagai seseorang yang tidak mau menolong orang lain. Nanti tetangganya akan mengatakan bahwa dia tidak ramah. Nama nya akan rusak."

Memang betul, bahwa jikalau dia tidak bangun akan membuat dirinya kelak dipermalukan. Perhatikanlah perkataan Tuhan Yesus dalam ayat 8:

"sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya."

Walaupun dia malas bangun, namun dia akan bangun juga dan memberikan roti itu kwpada sahabatnya. Mengapa dia tetap bangun dan harus bangun? Jawabannya adalah pada kalimat " karena sikapnya yang tidak malu itu"

Sikap siapa yang tidak malu? apakah orang yang mengetok pintu yang tidak malu? ataukah orang yang tidur yang tidak malu?

Ada 2 tafsiran mengenai sikap yang tidak malu ini. Pertama, ada yang mengatakan bahwa orang yang mengetok pintu yang tidak malu. Dia tentunya merasa malu datang mengetok pintu malam-malam untuk minta roti. Sikap yang tidak malu untuk minta ini kemudian berubah menjadi ketekunan. Dia terus menerus mengetok sampai pintu dibukakan. Namun masalahnya adalah kata yunani untuk malu (anaideia) tidak pernah memiliki arti ketekunan. Jadi bukanlah si pengetuk pintu yang tidak tahu malu. Kedua, ada yang mengatakan bahwa orang yang sedang tidur lah yang sikapnya yang tidak malu. Dalam arti apakah sikapnya yang tidak tahu malu? Kalau dia tetap tidak mau buka pintu dan memberikan roti kepada tentangganya, maka dia benar-benar tidak tahu malu. Dia akan di bicarakan dimana-mana, dipermalukan sebagai orang yang tidak mau menolong tentangga. Dan cerita itu akan terdengar di seluruh desa pada pagi harinya. Kemanapun dia pergi di seluruh desa, dia akan merasa malu, orang-orang akan mencibirnya. Nah...untuk menghindari malu yang seperti itulah, maka walaupun berat dia berusaha bangun, membuka pintu dan memberikan apa yang diperlukan oleh tentangganya. Saya lebih setuju dengan pandangan ini. Sehingga ayat 8 ini kalau kita terjemahkan secara bebas, bunyinya seperti ini, "Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena untuk menghindari dipermalukan pada esok harinya, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya." Jadi untuk mempertahankan integritasnya, nama baiknya, dia bangun juga dan memberikan semua yang diperlukan oleh tetangganya itu.
 Apakah pengajaran doa yang diajarkan dalam bagian ini? Doa itu berhubungan dengan natur Allah, integritas Allah, nama baik Allah, karakter Allah. Perumpamaan ini mengajarkan kepada pendengar pada waktu itu, seperti ini: "Ketika kamu ke rumah tetanggamu pada tengah malam minta tolong dan dia sedang tidur, pintu sudah terkunci, anak-anaknya sudah tidur, apakah tetanggamu akan menolak menolongmu? Tidak mungkin. Mengapa? karena tetanggamu adalah orang yang sudah memiliki integritas, nama baik dan dia tidak mau merusak integritasnya, nama baiknya itu dengan menolakmu. Misalnya nih......kita tidak membicarakan soal kasih. Walaupun tetanggamu tidak memiliki kasih, dia pasti akan menolongmu demi menjaga integritasnya." Allah yang kepada-Nya kita memohon, berdoa memiliki integritas, nama baik, karakter yang jauh lebih baik daripada manusia berdosa. Allah tidak akan merusak integritas, karakternya, dengan cara menolak memberi kita pertolongan. Dan lebih lagi, Dia adalah Bapa kita yang penuh kasih. Oleh sebab itulah kita dapat berdoa dengan penuh keyakinan. Kalau tetangga saja yang tidak menyukai kita, mau menolong kita kalau datang kepadanya pada tengah malam, maka lebih lagi, Allah akan mendengarkan doa kita.
Doa itu berhubungan dengan natur Allah, integritas Allah, janji Allah, nama baik Allah. Semua dipertaruhkan ketika kita berdoa. Jikalau saudara tidak direspon oleh Tuhan, maka itu menurunkan integritas Allah, nama baik Allah, janji Allah. Tentu saja permintaan kita ini berada dalam koridor " tidak meminta untuk memuaskan hawa nafsu". Tuhan lah yang mengundang kita berdoa. Tuhanlah yang memberikan janji akan menjawab doa kita. Semua itu sudah merupakan alasan yang kuat untuk berdoa dengan yakin. Tanpa janji Allah, saudara tidak memiliki apa-apa dan saudara bukan apa-apa. Dengan janji Allah, Firman Allah, saudara memiliki sebuah keyakinan yang kokoh untuk berdoa dengan yakin. Jaminan bagi janji Allah adalah diri Allah sendiri. Allah berdiri di belakang janji-Nya. Allah tidak mungkin bersumpah demi bait-Nya atau demi ibu-Nya, karena Dia tidak punya ibu. Bait Allah tidak cukup kudus untuk menegaskan sumpah-Nya Tuhan. Ia bersumpah atau berjanji demi integritas-Nya sendiri. Ia menggunakan kodrat ilahi-Nya sebagai jaminan kekal. Kita dapat mempercayai Allah, karena Ia telah berjanji demi keberadaan-Nya sendiri. Tidak mungkin Allah mendustai kita. Jawaban Tuhan atas doa-doa kita sudah merupakan sebuah hukum. Kita seringkali melihat bahwa jawaban doa adalah sebuah mujizat. Namun sebenarnya sebuah hukum. Jawaban doa adalah sesuatu yang biasa, yang seharusnya terjadi. Sama seperti tetangga akan menolong tetangganya yang datang tengah malam, sudah merupakan hukum dan hal yang biasa. Justru kalau dia tidak tolong, maka itu tidak biasa atau aneh. Demikian jugalah ketika kita datang kepada Tuhan yang sudah mengundang kita untuk berdoa dan Dia menjawab maka itu juga sudah sebuah hukum.
Jadi pemahaman kita akan Allah sangatlah mempengaruhi apakah kita berdoa dengan yakin ataukah tidak? Doa kita akan efektif berkaitan dengan pemahaman kita akan Allah. Segala sesuatu dalam hidup Kristiani kita bergantung pada pengetahuan yang cukup mengenai siapa Allah. Ada Allah sebagaimana keadaan-Nya yang sebenarnya dan ada Allah sebagaimana keadaan-Nya menurut pemahaman manusia. Seringkali kita berdoa kepada Allah bukan sebagaimana keadaaan-Nya yang sebenarnya, tetapi sebagaimana keadaan-Nya menurut pemahaman kita. Jika konsep kita mengenai Allah itu salah, maka tindakan kita ketika berdoa juga salah. Pengetahuan yang kurang mengenai Allah akan menghasilkan iman yang kurang dan ketidakyakinan dalam doa. Karakter Allah membangkitkan iman kita. Jadi iman dan doa adalah respon kita terhadap karakter Allah. Kita datang berdoa kepadaNya, karena diundang, karena ada janji oleh sebab itu datanglah dengan penuh keyakinan. Dia akan menjawabmu, sebab itu mempertaruhkan integritas dan karakter Allah, nama baik Allah.
Ada seorang pria berusaha menyeberangi sungai St. Lawrence yang beku di Kanada. Orang ini tidak yakin apakah es itu kuat menopang dirinya. Dia kuatir bahwa es itu akan hancur ketika dia menginjaknya. Maka dia memakai satu tangannya untuk menekan es itu. Setelah dia yakin bahwa es itu tidak hancur, kemudian dia berjalan sambil berlutut menyeberangi es yang membeku itu. Akhirnya dengan susah payah dan penuh kekuatiran dia berhasil sampai ditengah-tengah sungai yang membeku itu dengan cara merangkak. Kemudian dia mendengarkan, ada suara dibelakangnya. Ketika dia menoleh, ternyata sebuah kereta kuda menyeberangi sungai yang membeku itu. Kereta kuda itu langsung menginjak es yang membeku tersebut dan ternyata tidak hancur. Kereta itu terus berjalan dengan cepat melewatinya. Lalu apa yang dilakukan oleh orang ini? Dia hanya bisa bengong dengan wajah yang berubah menjadi merah tua saking malunya.
Orang yang menyeberangi sungai es itu tidak mengenal kekuatan es tersebut dan akibatnya adalah dia menyeberang dengan merangkak. Namun kemudian dia sadar bahwa dirinya sudah melakukan kekeliruan yang sangat besar dan memalukan, ketika kereta kuda yang lebih berat dari dirinya berlari dengan kencang diatas sungai es tadi. Dirinya salah menilai kekuatan sungai es tersebut dan akibatnya adalah dia menyeberangi secara tidak efektif.
Hal seperti ini seringkali terjadi dalam kehidupan doa orang kristen. Berdoa tetapi tidak paham kepada siapa dirinya berdoa. Dia berdoa kepada Allah menurut apa yang dia pahami mengenai Allah. Akibatnya seperti orang yang tadi merangkak diatas es yang kuat, dirinya penuh kekuatiran dan tidak efektif di dalam berdoa. Doa kita akan efektif ketika kita memahami karakter Allah yang berintegritas.

Salam
Pdt. Yohannis Trisfant.

1 komentar:

Yoyo mengatakan...

mantap pak pendeta trims renungannya saya diberkati .... GBU