Rabu, 25 Desember 2024

Di Balik Kedok Kesalehan (Kolose 2:23)

 

 

https://youtu.be/3FCuzH5Gsvk

 


Kolose 2:23  Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.

Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, mengeluarkan peringatan keras terhadap jebakan kesalehan palsu. Kolose 2:23 membidik praktik-praktik religius yang tampaknya bijaksana dan menarik, namun kosong dari kuasa rohani yang sejati. Ia menelanjangi "kebijaksanaan" lahiriah ini, mengungkapkan bahwa aturan-aturan manusia, meskipun terlihat mengagumkan, tidak berakar pada Injil dan tidak berasal dari Allah.

 

"Hal-hal yang demikian tampaknya memang bijaksana," tulis Paulus, mengakui daya tarik dari praktik-praktik ini. Kerendahan hati palsu, penyembahan malaikat, kekerasan terhadap tubuh—semuanya dibungkus dalam balutan kesalehan yang menipu. Orang-orang yang menjalankan praktik-praktik ini mungkin terlihat sangat rohani, namun Paulus mengungkapkan motivasi yang tersembunyi: kesombongan rohani dan upaya untuk meninggikan diri.

 

Paulus secara khusus menyoroti "kekerasan terhadap tubuh" sebagai salah satu bentuk kesalehan palsu. Praktik asketis yang ekstrem, seperti puasa yang berlebihan atau penyangkalan diri yang berlebihan, dilakukan dengan dalih pengendalian diri dan pengabdian kepada Allah. Namun, Paulus menegaskan bahwa tindakan-tindakan ini tidak efektif dalam melawan keinginan daging. Justru, mereka sering menjadi sarana untuk memuaskan ego dan mencari pengakuan dari orang lain.

 

Demikian pula dengan "kerendahan hati palsu" yang disinggung Paulus. Tindakan-tindakan yang tampaknya rendah hati seringkali menyembunyikan kesombongan rohani. Fokusnya bergeser dari Allah kepada diri sendiri, mencari pujian atas "kerendahan hati" yang dipamerkan. Penyembahan malaikat, praktik lain yang dikritik Paulus, mengalihkan perhatian dari Kristus, satu-satunya perantara antara Allah dan manusia.

 

Paulus menyimpulkan kritiknya dengan pernyataan yang tajam: semua praktik ini "tidak ada gunanya sama sekali untuk mengendalikan keinginan daging." Aturan-aturan manusia, seindah apapun penampilannya, tidak memiliki kuasa untuk mengubah hati atau memberikan kemenangan atas dosa. Hanya Kristus dan karya Roh Kudus yang mampu melaksanakan transformasi sejati.

 

Kolose 2:23 merupakan panggilan bagi kita untuk menguji motivasi di balik praktik keagamaan kita. Apakah kita termotivasi oleh keinginan untuk menyenangkan Allah atau mencari pengakuan dari manusia? Apakah kita berfokus pada transformasi hati atau hanya pada penampilan lahiriah? Marilah kita meninggalkan kesalehan palsu dan merangkul kebebasan sejati yang ditemukan dalam Kristus, membiarkan Roh Kudus membentuk kita menjadi gambar-Nya.

 

 

Doa Respons

 

Ya Tuhan, singkapkan tipu daya kesalehan palsu dalam hidup kami. Bebaskan kami dari keinginan untuk menyenangkan manusia dan ajar kami untuk mencari perkenan-Mu sendiri. Ubahlah hati kami dari dalam ke luar oleh kuasa Roh Kudus, sehingga kami hidup dalam kebenaran dan kebebasan yang Engkau berikan melalui Kristus. Amin.

 

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

Senin, 23 Desember 2024

Melampaui Legalisme dan Menemukan Kebebasan (Kolose 2:22

Selasa 24 Desember 2024

 

https://youtu.be/UxPZ4OxygW8

 


Kolose 2:22  semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia.

Di tengah pusaran ajaran-ajaran yang menyesatkan jemaat di Kolose, Paulus, dengan ketajaman rohani yang luar biasa, menyingkapkan kepalsuan aturan-aturan duniawi yang membelenggu. Kolose 2:22 menjadi sorotan tajam, menyinari praktik-praktik legalistik yang berakar pada tradisi manusia, bukan pada kebenaran Kristus. "Semuanya ini," tulis Paulus, merujuk pada larangan-larangan "jangan menjamah," "jangan mencicipi," "jangan menyentuh," "akan binasa oleh pemakaian." Kata-kata ini mengungkap kedangkalan dan kesementaraan aturan-aturan yang hanya berfokus pada hal-hal lahiriah, bukan transformasi hati.

Jemaat Kolose tergoda oleh sinkretisme—campuran filsafat Yunani, mistisisme Yahudi, dan ritual-ritual kosong. Ajaran ini menjanjikan kesempurnaan rohani melalui praktik-praktik asketis dan larangan-larangan ketat. Namun, Paulus dengan tegas menyatakan bahwa aturan-aturan ini hanyalah "ajaran manusia," ciptaan manusia yang menambah beban tanpa memberikan solusi rohani yang sejati. Ia membongkar kepalsuan pendekatan ini, menekankan bahwa fokus pada hal-hal yang fana dan sementara justru menjauhkan dari kebebasan yang ditemukan dalam Kristus.

Paulus mengingatkan jemaat Kolose akan kepenuhan yang telah mereka terima di dalam Kristus. "Di dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan," tulisnya dalam Kolose 2:9. Kristus telah membatalkan catatan hutang yang memperhadapkan kita, memenangkan kemenangan atas kuasa-kuasa yang menentang kita (Kolose 2:14-15). Dengan demikian, menambahkan aturan-aturan buatan manusia hanyalah bentuk penyangkalan terhadap karya Kristus yang sempurna dan mencukupi.

Pesan Kolose 2:22 beresonansi melintasi abad, menantang gereja masa kini untuk menolak legalisme dan tradisi manusia yang mengosongkan Injil dari kuasanya. Seringkali, kita tergoda untuk menciptakan aturan-aturan tambahan, mencari kepastian dalam kesalehan lahiriah. Namun, Paulus mengingatkan kita bahwa transformasi sejati berasal dari hubungan yang hidup dengan Kristus, bukan dari ketaatan pada aturan-aturan eksternal.

Marilah kita menanggapi panggilan Paulus untuk memusatkan perhatian kita pada Kristus, sumber kebenaran dan kebebasan sejati. Kehidupan Kristen bukanlah tentang memenuhi daftar peraturan, melainkan tentang mengikuti Kristus dengan hati yang diubahkan oleh kasih karunia-Nya. Semoga kita hidup dalam kebebasan yang telah dimenangkan Kristus bagi kita, membiarkan Roh Kudus membimbing langkah kita dan menghasilkan buah-buah roh dalam hidup kita.

 

 

 

Doa Respons

Ya Tuhan, ampuni kami bila kami terjebak dalam aturan-aturan buatan manusia dan melupakan anugerah-Mu yang membebaskan. Ajar kami untuk berakar dalam Kristus, sumber kebenaran dan kebebasan sejati. Mampukan kami untuk hidup bukan oleh hukum Taurat, melainkan oleh kuasa Roh Kudus yang mengubah hati kami. Berikan kami hikmat untuk membedakan ajaran yang benar dan keberanian untuk menolak legalisme. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

 

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

Minggu, 22 Desember 2024

Jangan Jamah, Jangan Kecap, Jangan Sentuh? (Kolose 2:21)


 

https://youtu.be/5RQ9nCsX3xE

 

Kolose  2:21 jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini;

 

Bayangkan sebuah kehidupan yang dibelenggu oleh aturan-aturan yang tak berkesudahan, di mana setiap tindakan, setiap sentuhan, setiap suapan, diatur oleh larangan-larangan yang kaku. Inilah gambaran yang dilukiskan Paulus dalam Kolose 2:21, "Jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini," ketika ia mengecam ajaran sesat yang menyusup ke dalam jemaat di Kolose. Ayat ini menjadi seruan profetis yang menggema melintasi zaman, menantang kita untuk memeriksa fondasi iman kita dan menolak belenggu legalisme yang mencekik kebebasan sejati dalam Kristus.

Atau bisa juga seperti ini:

Di tengah hiruk-pikuk dunia kuno yang dipenuhi beragam filsafat dan agama, jemaat di Kolose menghadapi tantangan yang pelik. Ajaran-ajaran sesat yang mencampuradukkan unsur-unsur hukum Yahudi, mistisisme, dan asketisme Yunani, menyusup ke dalam gereja, mengancam kemurnian Injil. Salah satu manifestasi dari ajaran sesat ini tercermin dalam Kolose 2:21, "Jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini"—sebuah ungkapan singkat yang menyiratkan sistem aturan dan larangan yang rumit dan membebani. Paulus, dengan ketajaman rohani yang luar biasa, menelanjangi kepalsuan ajaran ini dan menunjukkan jalan menuju kebebasan sejati dalam Kristus.

"Jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini." Kalimat sederhana ini, yang tercatat dalam Kolose 2:21, mengungkapkan pergumulan abadi antara hukum dan anugerah, antara usaha manusia dan karya Allah yang sempurna. Di Kolose, jemaat perdana berhadapan dengan ajaran sesat yang menekankan kepatuhan terhadap aturan-aturan lahiriah sebagai jalan menuju kesalehan. Paulus, dengan tegas dan penuh kasih, mengkoreksi pemahaman yang keliru ini, mengingatkan mereka bahwa kebebasan sejati bukanlah ditemukan dalam pemenuhan hukum Taurat, melainkan dalam identitas baru mereka di dalam Kristus.

 

Doa Respons

 

Ya Tuhan, bebaskan kami dari jerat legalisme dan ajaran-ajaran manusia yang kosong. Ajar kami untuk menemukan kebebasan sejati di dalam anugerah-Mu melalui Kristus. Mampukan kami untuk hidup bukan berdasarkan aturan lahiriah, melainkan oleh kuasa Roh Kudus yang mengubah hati kami. Berikan kami hikmat untuk membedakan kebenaran sejati dan keberanian untuk menolak segala sesuatu yang tidak sesuai dengan Injil-Mu. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

Rabu, 18 Desember 2024

Berjaga-jaga di Tengah Arus (Kolose 2:18)


 

https://youtu.be/LLPY2XHJNXo


 

 

Kolose 2:18  Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi,

 

Jemaat Kolose menghadapi tantangan rohani yang kompleks. Bayangkan hidup di tengah gelimang ajaran, mulai dari hukum Taurat yang ketat hingga filsafat Yunani yang rumit dan mistisisme lokal yang memikat. Di tengah kebingungan ini, muncul ajaran sesat yang mencampuradukkan kebenaran dengan kepalsuan, mengancam fondasi iman mereka yang sejati: Kristus. Paulus, dalam kepeduliannya, menulis surat peringatan keras, menyoroti bahaya praktik keagamaan yang menyesatkan yang dapat merampas hadiah rohani yang telah Allah sediakan dengan cuma-cuma.

Salah satu ancaman tersebut adalah "kerendahan hati palsu." Bukannya kerendahan hati yang lahir dari pengakuan akan keterbatasan dan ketergantungan pada Allah, ini adalah topeng kesombongan. Para pengajar sesat di Kolose berpura-pura rendah hati dengan menyatakan manusia terlalu rendah untuk mendekati Allah secara langsung, lalu menawarkan malaikat sebagai perantara. Ironisnya, tindakan ini justru merendahkan karya Kristus yang sempurna, Sang Jembatan sejati antara manusia dan Allah. Mereka membangun tembok di tempat yang Kristus telah robohkan, mengganti akses langsung dengan ritual yang rumit dan tidak perlu.

Penyembahan malaikat, yang mungkin terpengaruh oleh tradisi Yahudi tertentu, juga menjadi jerat bagi jemaat Kolose. Malaikat, meskipun mulia sebagai utusan Allah, bukanlah objek penyembahan. Hanya Allah, yang diungkapkan melalui Kristus, yang layak menerima pujian dan hormat tertinggi. Dengan mengalihkan fokus kepada malaikat, jemaat Kolose berisiko kehilangan inti dari iman Kristen: Kristus sebagai satu-satunya perantara.

Lebih lanjut, Paulus memperingatkan terhadap godaan untuk mengandalkan pengalaman mistis dan penglihatan sebagai dasar iman. Pengalaman rohani memang berharga, tetapi bukan tolok ukur kebenaran. Para pengajar sesat di Kolose membanggakan penglihatan dan wahyu khusus, menciptakan hierarki spiritual dan memecah belah jemaat. Kesombongan rohani ini, yang didorong oleh pengalaman subjektif, bertolak belakang dengan kerendahan hati dan ketergantungan pada Kristus yang menjadi inti ajaran Kristen. Iman sejati, tegas Paulus, bukanlah tentang pengalaman mistis, tetapi tentang kebenaran objektif yang diungkapkan dalam Injil.

Renungan ini mengajak kita untuk introspeksi. Apakah kita, seperti jemaat Kolose, tergoda oleh ajaran yang tampak rohani tetapi sebenarnya menjauhkan kita dari Kristus? Apakah kita mengejar pengalaman rohani demi kesombongan, atau demi keintiman dengan Allah? Marilah kita berpegang teguh pada Kristus, Sang Kepala Gereja, dan menolak segala sesuatu yang mencoba menggeser posisi sentral-Nya dalam hidup kita. Kebenaran sejati ditemukan bukan dalam kerumitan ritual atau pengalaman mistis, tetapi dalam kesederhanaan Injil dan hubungan pribadi dengan Yesus Kristus.

 

Doa respons

 

Ya Tuhan, lindungilah kami dari ajaran-ajaran palsu yang menjauhkan kami dari-Mu. Ampuni kami jika kami tergoda oleh kesombongan rohani atau pengalaman mistis yang kosong. Teguhkan iman kami dalam Kristus, satu-satunya perantara dan jalan menuju kepada-Mu. Berikanlah kami hikmat untuk membedakan kebenaran dan tetap berpegang teguh pada Injil. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

 

Johannis Trisfant

GKIm Ka Im Tong, Bandung

 

Selasa, 17 Desember 2024

Bayangan dan Kenyataan (Kolose 2:17)



https://youtu.be/ljbYgm5Najk


Kolose 2:17 semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.

Jemaat Kolose menghadapi tantangan. Ajaran-ajaran sinkretis, campuran filsafat Yunani, mistisisme, dan hukum Yahudi, merongrong iman mereka. Aturan-aturan ketat tentang makanan, minuman, hari raya, dan Sabat disodorkan sebagai jalan menuju kesalehan. Paulus, dalam Kolose 2:17, memberikan jawaban tegas: Semua itu hanyalah "bayangan dari hal-hal yang akan datang, tetapi kenyataannya ialah Kristus."
Paulus memahami konteks historis dan budaya jemaat Kolose. Ia menyadari betapa mudahnya orang tergoda oleh janji-janji spiritualitas yang rumit. Namun, ia menekankan bahwa Kristus adalah pusat segalanya. Hukum Taurat, dengan segala peraturannya, hanyalah bayangan yang menunjuk kepada Kristus, sang kenyataan.
Bayangan, seperti pantulan samar di air, tidak memiliki substansi. Ia hanya menunjuk kepada objek aslinya. Demikian pula, aturan-aturan Perjanjian Lama, meskipun penting pada zamannya, hanyalah petunjuk kepada Kristus. Aturan makanan menunjuk pada kekudusan, Sabat pada perhentian, hari raya pada karya penyelamatan Allah. Namun, kekudusan, perhentian, dan penyelamatan yang sejati hanya ditemukan di dalam Kristus.
Kristus adalah penggenapan dari semua yang dilambangkan oleh hukum Taurat. Dia adalah Anak Domba Allah yang menggenapi sistem korban persembahan. Dia adalah perhentian sejati bagi jiwa yang lelah. Dia adalah terang dunia yang menerangi kegelapan. Dengan kedatangan Kristus, bayangan itu telah digantikan oleh kenyataan.
Apa implikasinya bagi kita? Pertama, kita harus berfokus pada Kristus, bukan pada aturan-aturan agama. Kristus, bukan ritual atau tradisi, adalah pusat iman kita. Kedua, kita dibebaskan dari legalisme. Keselamatan bukanlah hasil usaha kita, melainkan anugerah Allah yang diterima melalui iman kepada Kristus. Ketiga, kita dapat menghargai tradisi, tetapi tidak terikat padanya. Tradisi dapat bermanfaat, tetapi jangan sampai mengaburkan Kristus, sang kenyataan.
Kolose 2:17 memanggil kita untuk hidup dalam kebebasan Kristus. Kebebasan ini bukanlah lisensi untuk berbuat dosa, melainkan kebebasan dari beban legalisme dan ketakutan akan penghakiman. Kita bebas untuk hidup dalam kasih karunia, dipimpin oleh Roh Kudus, dengan Kristus sebagai pusat dan tujuan hidup kita. Marilah kita meninggalkan bayang-bayang dan hidup dalam terang Kristus, sang kenyataan yang membebaskan.

Doa Respons

Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau telah menyatakan Kristus,   , kepada kami. Bebaskan kami dari belenggu aturan dan tradisi yang kosong, dan mampukan kami untuk berfokus hanya kepada Kristus. Ajar kami untuk hidup dalam kebebasan dan kasih karunia-Mu, dengan hati yang taat dan penuh syukur. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.


Johannis Trisfant 
GKIm Ka Im Tong, Bandung

Senin, 16 Desember 2024

Bebas Merdeka di dalam Kristus (Kolose 2:16)


Selasa, 17 Desember 2024

https://youtu.be/aa6seplOoAY

Bebas Merdeka di dalam Kristus (Kolose 2:16)

Kolose 2:16  Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat;

Jemaat di Kolose menghadapi dilema. Ajaran-ajaran asing yang memadukan hukum Yahudi, filsafat Yunani, dan mistisisme, menyusup ke dalam iman mereka. Aturan-aturan ketat tentang makanan, minuman, hari raya, dan Sabat dipaksakan sebagai jalan menuju kesalehan. Paulus, dengan tegas, menolak penyimpangan ini. “Janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu,” tulisnya di Kolose 2:16. Kebebasan dalam Kristus, inilah inti pesannya.
Paulus memahami konteks pluralisme agama di Kolose. Ia tahu betapa mudahnya orang terjebak dalam sistem rumit yang menjanjikan kedekatan dengan Allah melalui usaha manusia. Namun, Paulus menekankan bahwa Kristus telah membuka jalan yang baru, jalan kasih karunia. Keselamatan bukanlah hasil ketaatan kita pada hukum Taurat, melainkan anugerah Allah yang diterima melalui iman kepada Kristus.
Hukum Taurat, menurut Paulus, bagaikan “bayangan” yang menunjuk kepada “kenyataan” yaitu Kristus. Peraturan tentang makanan dan hari raya, misalnya, memiliki makna simbolis yang menunjuk kepada Kristus. Namun, ketika Kristus datang, bayangan itu telah digenapi oleh kenyataan. Kita tidak lagi perlu berpegang pada bayangan, karena kita telah memiliki yang asli.
Kebebasan dalam Kristus bukan berarti hidup tanpa aturan. Justru, kebebasan ini membebaskan kita dari beban legalisme, dari upaya sia-sia untuk mencapai kebenaran melalui usaha sendiri. Kita bebas untuk hidup dalam kasih karunia, di mana ketaatan bukanlah kewajiban yang membebani, melainkan ungkapan syukur dan kasih kepada Allah.
Pesan Kolose 2:16 tetap relevan hingga kini. Kita pun sering menghadapi tekanan untuk memenuhi standar-standar tertentu agar dianggap saleh. Mungkin berupa aturan-aturan tambahan dalam bergereja, gaya hidup tertentu, atau bahkan cara berpakaian. Namun, Paulus mengingatkan kita untuk tidak membiarkan hal-hal tersebut menjadi tolak ukur kerohanian kita. Fokus kita haruslah Kristus, dan hubungan pribadi kita dengan-Nya.
Kebebasan dalam Kristus adalah anugerah yang berharga. Mari kita gunakan kebebasan ini dengan bijaksana, bukan untuk memuaskan keinginan daging, melainkan untuk hidup dalam kasih dan kebenaran. Mari kita tolak legalisme dan tekanan dunia, dan fokus pada Kristus, sumber kebebasan dan kehidupan sejati. Jangan biarkan siapa pun merampas kebebasan yang telah Kristus berikan dengan darah-Nya yang mahal.

Doa Respons
Ya Tuhan, terima kasih atas kebebasan yang Engkau berikan dalam Kristus. Bebaskan kami dari belenggu legalisme dan tekanan untuk memenuhi standar manusia. Mampukan kami untuk hidup dalam kasih karunia-Mu, dengan hati yang taat dan penuh syukur. Ajar kami untuk menghargai kebebasan ini dengan bijaksana, dan menjadi saksi Kristus yang setia. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

Johannis Trisfant 
GKIm Ka Im Tong, Bandung

Minggu, 15 Desember 2024

Pawai Kemenangan Sang Raja (Kolose 2:15)

Senin, 16 Desember 2024

https://youtu.be/RjAKop_rI_A



Kol 2:15  Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka.
Bayangkan sebuah pawai kemenangan di Roma kuno. Sang jenderal, dielu-elukan sebagai pahlawan, memimpin arak-arakan, memamerkan tawanan perang yang terbelenggu. Inilah gambaran yang Paulus gunakan di Kolose 2:15 untuk menggambarkan kemenangan Kristus yang jauh lebih agung. Di kayu salib, Kristus tidak hanya mengalahkan dosa, tetapi juga “melucuti kuasa-kuasa dan penguasa-penguasa,” mempermalukan mereka secara terbuka, dan mengarak mereka dalam pawai kemenangan-Nya.
Siapakah “kuasa-kuasa dan penguasa-penguasa” ini? Mereka adalah kekuatan spiritual jahat yang memberontak melawan Allah dan menindas manusia. Mereka menggunakan hukum, dosa, dan rasa bersalah untuk mengendalikan dan menuduh kita. Mereka membuat kita merasa terhukum, tak berdaya, dan terpisah dari Allah.
Namun, di kayu salib, Kristus melucuti senjata mereka. Kata Yunani apekdusamenos menggambarkan tindakan menanggalkan pakaian atau senjata. Kristus menanggalkan kekuatan yang digunakan kuasa-kuasa jahat untuk mendakwa kita. Dosa, rasa bersalah, dan kutukan – semuanya telah dilucuti. Mereka tak lagi memiliki kuasa atas kita yang telah ditebus oleh darah Kristus.
Lebih dari itu, Kristus mempermalukan mereka secara terbuka. Seperti tawanan perang yang diarak dalam kekalahan, kuasa-kuasa jahat ditampilkan dalam kehinaan mereka. Kemenangan Kristus diumumkan kepada seluruh alam semesta, menegaskan bahwa Dia adalah Raja di atas segala raja, berkuasa atas segala kekuatan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Apa arti kemenangan ini bagi kita hari ini? Pertama, kita bebas dari rasa takut. Kita tidak perlu lagi hidup di bawah bayang-bayang tuduhan dan kutukan. Kristus telah membebaskan kita! Kedua, kita memiliki jaminan perlindungan. Tidak ada kuasa jahat yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah dalam Kristus Yesus. Ketiga, kita dimampukan untuk hidup dalam kemenangan. Kita tidak perlu pasif atau takut menghadapi tantangan. Kita dapat hidup dengan keberanian dan keyakinan, mengetahui bahwa kita berada di pihak yang menang.
Salib, yang dulunya simbol penghinaan dan kekalahan, kini menjadi tanda kemenangan kita. Setiap kali kita merasa tertekan oleh rasa bersalah, takut, atau terintimidasi oleh kuasa kegelapan, ingatlah akan pawai kemenangan Kristus. Ingatlah bahwa Dia telah menang, dan kemenangan itu adalah milik kita juga. Marilah kita hidup setiap hari dengan keyakinan dan keberanian, memancarkan kasih dan kuasa Kristus ke dalam dunia yang gelap ini.

Doa Respons
Ya Tuhan, terima kasih atas kemenangan Kristus yang agung atas kuasa kegelapan. Kami bersyukur atas kebebasan yang Engkau berikan melalui salib-Nya. Ajar kami untuk hidup dalam kebenaran kemenangan ini, tanpa rasa takut dan penuh keberanian. Mampukan kami untuk menjadi saksi-Mu yang setia, memancarkan kasih dan kuasa Kristus di dunia ini. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
 
Johannis Trisfant 
GKIm Ka Im Tong, Bandung

Di Balik Kedok Kesalehan (Kolose 2:23)