Diringkas oleh Johannis Trisfant, MTh,
dari Martyn Lloyd-Jones, 1 John vol 3
1 Yoh 3:2 Saudara-saudaraku yang kekasih,
sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita
kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita
akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya
yang sebenarnya.
Teks ini menggambarkan sebuah refleksi mendalam tentang makna dan implikasi
dari menjadi anak-anak Allah menurut surat Rasul Yohanes, khususnya dari 1
Yohanes 3:1-2. Saat merenungkan teks ini, ada perasaan kerendahan hati yang
muncul, karena menyadari betapa agung dan mulianya pesan yang terkandung di
dalamnya. Siapa pun yang dihadapkan pada tugas untuk mengkhotbahkan atau
menjelaskan teks ini akan merasa tidak layak dan sangat kecil dibandingkan
dengan kebesaran firman Tuhan yang sedang mereka hadapi. Ada rasa kagum dan
takjub yang secara alami timbul saat memikirkan pernyataan seperti ini, dan
tidak jarang seseorang merasa takut untuk berbicara tentangnya. Ada
kekhawatiran bahwa segala upaya untuk menjelaskan teks ini bisa berisiko
mengurangi kemuliaan atau keagungannya, atau bahkan mungkin melemahkan
kekuatannya bagi mereka yang mendengarnya.
Meskipun demikian, teks ini begitu penting dan kaya akan makna sehingga
tidak mungkin untuk mengabaikannya. Rasul Yohanes menulis dengan bahasa yang
penuh kuasa, dan siapa pun yang berurusan dengan teks ini harus melakukan
kekerasan terhadap Kitab Suci jika mereka tidak berusaha untuk memahami dan
menafsirkannya dengan sungguh-sungguh. Namun, emosi yang dihasilkan oleh
kata-kata ini tidak boleh hanya berhenti pada perasaan sentimental atau
emosional semata. Sebaliknya, ada kebutuhan untuk menganalisis pernyataan ini
dengan hati-hati dan mencoba menangkap kekayaan dan keajaibannya dengan pikiran
yang jernih. Teks ini menawarkan wawasan luar biasa tentang identitas orang
percaya dan kehidupan Kristen di dunia ini.
Merenungkan teks seperti ini mengungkapkan betapa besar kehormatan menjadi
seorang pengkhotbah Kristen. Menghabiskan waktu untuk mempelajari, memahami,
dan merenungkan ayat ini adalah pengalaman yang tidak hanya memperkaya tetapi
juga merendahkan diri. Ada perasaan syukur yang mendalam kepada Tuhan karena
telah diberi kesempatan untuk mengeksplorasi makna firman-Nya yang begitu
dalam. Teks ini adalah salah satu deskripsi paling agung dalam Perjanjian Baru
mengenai kehidupan Kristen dan bagaimana kita, sebagai orang percaya, harus
memandang diri kita sendiri.
Kehidupan Kristen: Pandangan yang Lebih Besar
Ada beberapa hal penting yang langsung muncul dari teks ini. Salah satunya
adalah betapa seringnya pandangan kita tentang diri kita sebagai orang Kristen
sangat tidak memadai. Ketika membaca pernyataan Yohanes, dan kemudian
membandingkannya dengan cara kita biasanya memandang diri kita dan hidup kita
sebagai orang Kristen di dunia ini, kita akan segera menyadari betapa terbatas
dan dangkal pandangan kita tentang identitas kita. Richard Baxter, seorang
penulis himne yang hebat, pernah menulis dalam himnenya tentang bagaimana hidup
dan mati seharusnya dilihat oleh orang percaya. Dia menulis bahwa hidup panjang
atau pendek tidak seharusnya menjadi kekhawatiran utama kita, karena yang lebih
penting adalah melayani dan mengasihi Tuhan. Himne itu mengekspresikan sikap
seseorang yang sepenuhnya menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, siap menghadapi
apa pun yang terjadi karena mengetahui bahwa kemuliaan kekal menanti.
Tetapi, dapatkah kita benar-benar mengatakan kata-kata tersebut dari hati?
Apakah pandangan seperti ini yang kita pegang mengenai hidup kita sebagai orang
Kristen? Apakah kita melihat hidup dan mati dengan cara yang sama? Apakah kita
benar-benar memahami dan menerima bahwa sebagai anak-anak Allah, ada masa depan
yang gemilang dan penuh harapan yang menanti kita, terlepas dari seberapa
singkat atau panjangnya hidup kita di dunia ini? Inilah yang seharusnya menjadi
pandangan kita, dan itulah yang diajarkan oleh surat Yohanes. Menjadi anak-anak
Allah berarti memiliki pandangan yang lebih besar tentang kehidupan ini,
pandangan yang melampaui keadaan duniawi dan melihat pada tujuan akhir kita
yang kekal.
Penyebab Ketidakbahagiaan dalam Kehidupan Kristen
Salah satu kelemahan terbesar dalam kehidupan Kristen adalah ketidakmampuan
untuk sepenuhnya menyadari siapa diri kita. Banyak dari kita menghabiskan waktu
dalam kehidupan Kristen dengan mengeluh, merasa tidak puas, atau tidak bahagia.
Sering kali, ketidakbahagiaan ini disebabkan oleh cara kita memandang keadaan
kita saat ini. Kita cenderung fokus pada hal-hal yang terjadi pada
kita—kesulitan yang kita hadapi, tantangan yang datang dari dunia, atau
perlakuan orang lain terhadap kita. Namun, jika kita menyadari siapa kita
sebenarnya di dalam Kristus, pandangan kita akan berubah secara drastis.
Sebagian besar ketidakbahagiaan kita dalam hidup ini sebenarnya dapat dilacak
kembali pada kegagalan kita untuk melihat diri kita dalam terang kebenaran
Alkitab.
Yohanes mengingatkan bahwa kita adalah anak-anak Allah. Jika kita
benar-benar menyadari dan hidup dalam realitas ini, maka masalah yang kita
hadapi dalam kehidupan ini akan terlihat dalam perspektif yang berbeda. Kita
sering terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang berada tepat di depan kita, tanpa
memasukkannya dalam konteks keseluruhan hidup kita sebagai anak-anak Allah yang
sedang menuju kemuliaan kekal. Kegagalan kita untuk menyadari posisi kita
sebagai anak-anak Allah sering kali menjadi penyebab utama dari ketidakpuasan
kita.
Lebih jauh lagi, kegagalan untuk memahami identitas kita juga sering kali
menjadi alasan mengapa kita gagal menjalani kehidupan Kristen dengan benar.
Jika kita benar-benar memahami siapa kita di dalam Kristus, maka kita tidak
akan lagi kesulitan untuk menjalani kehidupan yang benar. Orang tua sering
menggunakan metode ini ketika mengajari anak-anak mereka tentang tanggung jawab
moral, dengan mengatakan, "Ingat siapa kamu." Kesadaran tentang
identitas kita sebagai anak-anak Allah seharusnya secara otomatis memengaruhi
perilaku kita. Jika kita menyadari posisi kita sebagai anak-anak Allah, kita
akan hidup sesuai dengan panggilan itu tanpa perlu dorongan eksternal.
Dasar Ajaran Perjanjian Baru
Dalam setiap ajakan untuk hidup dalam kebenaran, Perjanjian Baru selalu
mendasarkannya pada pengertian tentang identitas kita sebagai orang percaya.
Tidak pernah ada ajakan untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan Kristen tanpa
terlebih dahulu mengingatkan kita tentang siapa kita di dalam Kristus. Para
penulis Alkitab, di bawah bimbingan Roh Kudus, selalu mengajarkan doktrin
terlebih dahulu sebelum memberikan nasihat praktis. Ini menunjukkan bahwa
pemahaman tentang identitas kita adalah fondasi dari semua kehidupan Kristen
yang benar. Kita dipanggil untuk hidup dalam kebenaran, bukan karena perintah
semata, tetapi karena perubahan identitas yang telah terjadi dalam diri kita
melalui karya Kristus.
Perjanjian Baru juga tidak terlalu peduli dengan perilaku orang yang belum
menjadi Kristen, kecuali dalam hal pertobatan. Pesan utama Injil kepada mereka
yang belum percaya adalah panggilan untuk bertobat dan berpaling kepada
Kristus. Hanya setelah seseorang menjadi anak Allah, Alkitab mulai menekankan
pentingnya perilaku yang benar, karena identitas baru mereka dalam Kristus
menuntut kehidupan yang sesuai dengan kebenaran ilahi.
Kepastian tentang Status sebagai Anak Allah
Pernyataan pertama yang terdapat dalam teks Yohanes ini adalah bahwa kita sekarang
adalah anak-anak Allah. Yohanes tidak mengatakan bahwa kita akan
menjadi anak-anak Allah di masa depan, melainkan kita telah menjadi
anak-anak Allah saat ini. Ini adalah kebenaran yang harus kita sadari dengan
sepenuh hati. Identitas kita sebagai anak-anak Allah bukanlah sesuatu yang
bersifat sementara atau dapat berubah; itu adalah kenyataan yang tidak
tergoyahkan. Seperti seorang anak yang selalu tetap menjadi anak dari orang
tuanya, terlepas dari bagaimana perilakunya, demikian juga kita tetap menjadi
anak-anak Allah, meskipun kita mungkin tidak selalu hidup sempurna. Hubungan
kita dengan Allah sebagai Bapa adalah sesuatu yang tidak didasarkan pada
perilaku kita, tetapi pada anugerah dan kasih karunia-Nya.
Kesadaran akan status kita sebagai anak-anak Allah membawa serta tanda-tanda
khusus dalam kehidupan kita. Mereka yang benar-benar anak Allah akan merasakan
adanya kehidupan baru di dalam diri mereka, kesadaran yang mendalam akan dosa,
dan keinginan yang kuat untuk hidup dalam kebenaran. Mereka juga akan merasakan
dorongan untuk lebih dekat kepada Allah, memiliki hasrat untuk mengenal Dia
lebih dalam, dan merasa terhubung dengan sesama orang percaya. Semua ini adalah
tanda bahwa kehidupan Allah telah masuk ke dalam diri kita, dan kehidupan itu
menghasilkan transformasi nyata dalam cara kita berpikir, merasakan, dan
bertindak.
Takdir Menuju Kemuliaan di Masa Depan
Pernyataan kedua dalam teks ini adalah bahwa kita tahu kita ditakdirkan
untuk kemuliaan. Yohanes menulis bahwa meskipun saat ini belum tampak apa yang
akan kita jadi, kita tahu bahwa ketika Kristus dinyatakan, kita akan menjadi
seperti Dia. Ini memberikan kepastian bahwa masa depan kita sebagai orang
percaya telah dijamin oleh janji Allah. Meskipun dunia mungkin tidak memahami
atau menghargai identitas kita saat ini, kita memiliki kepastian bahwa pada
saat kedatangan Kristus yang kedua, kita akan diubah menjadi serupa dengan-Nya,
dan kita akan memasuki kemuliaan yang kekal bersama-Nya.
Kehidupan Kristen, seperti yang dijelaskan oleh Yohanes, adalah perjalanan
menuju kemuliaan. Seperti Kristus yang melalui masa penghinaan di dunia ini
sebelum memasuki kemuliaan-Nya, demikian pula kita harus melalui perjalanan
yang sama. Kita mungkin mengalami penderitaan, penolakan, atau ketidakpahaman
dari dunia, tetapi kita tahu bahwa kemuliaan yang dijanjikan sudah pasti. Janji
ini didasarkan pada karakter Allah yang setia dan tidak pernah berubah. Janji
ini juga didukung oleh kuasa Allah yang tak terbatas, yang akan memastikan
bahwa semua yang telah dimulai oleh-Nya akan diselesaikan dengan sempurna.
Melihat Kristus dan Menjadi Serupa dengan-Nya
Pernyataan ketiga dalam teks ini adalah bahwa kita akan melihat Kristus
sebagaimana adanya Dia, dan kita akan menjadi serupa dengan Dia. Ini adalah
puncak dari harapan Kristen: melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya dan diubah
menjadi serupa dengan-Nya. Pada saat Kristus datang kembali, kita tidak hanya
akan melihat kemuliaan-Nya, tetapi kita juga akan diubah secara sempurna, bebas
dari segala dosa, dan menerima tubuh yang dimuliakan seperti Kristus.
Transformasi ini adalah hasil akhir dari pekerjaan Roh Kudus di dalam diri kita
selama hidup kita di dunia ini.
Janji ini begitu luar biasa sehingga sulit untuk dipahami sepenuhnya oleh
pikiran manusia. Ketika kita memikirkan bahwa kita, yang saat ini penuh dengan
kelemahan dan dosa, suatu hari akan diubah menjadi serupa dengan Kristus dalam
segala kemuliaan-Nya, itu memberikan kita alasan untuk hidup dengan sukacita,
harapan, dan rasa syukur yang mendalam. Harapan ini seharusnya menjadi pusat
dari kehidupan kita sebagai orang Kristen, memotivasi kita untuk hidup dengan
cara yang layak sebagai anak-anak Allah yang ditakdirkan untuk kemuliaan kekal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar