Jumat, 25 Oktober 2024

"Identitas Agung sebagai Anak-Anak Allah: Perjalanan Menuju Kemuliaan dan Keserupaan dengan Kristus"

 

Diringkas oleh Johannis Trisfant, MTh,

dari Martyn Lloyd-Jones, 1 John vol 3

 

1 Yoh 3:2  Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.

Teks ini menggambarkan sebuah refleksi mendalam tentang makna dan implikasi dari menjadi anak-anak Allah menurut surat Rasul Yohanes, khususnya dari 1 Yohanes 3:1-2. Saat merenungkan teks ini, ada perasaan kerendahan hati yang muncul, karena menyadari betapa agung dan mulianya pesan yang terkandung di dalamnya. Siapa pun yang dihadapkan pada tugas untuk mengkhotbahkan atau menjelaskan teks ini akan merasa tidak layak dan sangat kecil dibandingkan dengan kebesaran firman Tuhan yang sedang mereka hadapi. Ada rasa kagum dan takjub yang secara alami timbul saat memikirkan pernyataan seperti ini, dan tidak jarang seseorang merasa takut untuk berbicara tentangnya. Ada kekhawatiran bahwa segala upaya untuk menjelaskan teks ini bisa berisiko mengurangi kemuliaan atau keagungannya, atau bahkan mungkin melemahkan kekuatannya bagi mereka yang mendengarnya.

Meskipun demikian, teks ini begitu penting dan kaya akan makna sehingga tidak mungkin untuk mengabaikannya. Rasul Yohanes menulis dengan bahasa yang penuh kuasa, dan siapa pun yang berurusan dengan teks ini harus melakukan kekerasan terhadap Kitab Suci jika mereka tidak berusaha untuk memahami dan menafsirkannya dengan sungguh-sungguh. Namun, emosi yang dihasilkan oleh kata-kata ini tidak boleh hanya berhenti pada perasaan sentimental atau emosional semata. Sebaliknya, ada kebutuhan untuk menganalisis pernyataan ini dengan hati-hati dan mencoba menangkap kekayaan dan keajaibannya dengan pikiran yang jernih. Teks ini menawarkan wawasan luar biasa tentang identitas orang percaya dan kehidupan Kristen di dunia ini.

Merenungkan teks seperti ini mengungkapkan betapa besar kehormatan menjadi seorang pengkhotbah Kristen. Menghabiskan waktu untuk mempelajari, memahami, dan merenungkan ayat ini adalah pengalaman yang tidak hanya memperkaya tetapi juga merendahkan diri. Ada perasaan syukur yang mendalam kepada Tuhan karena telah diberi kesempatan untuk mengeksplorasi makna firman-Nya yang begitu dalam. Teks ini adalah salah satu deskripsi paling agung dalam Perjanjian Baru mengenai kehidupan Kristen dan bagaimana kita, sebagai orang percaya, harus memandang diri kita sendiri.

Kehidupan Kristen: Pandangan yang Lebih Besar

Ada beberapa hal penting yang langsung muncul dari teks ini. Salah satunya adalah betapa seringnya pandangan kita tentang diri kita sebagai orang Kristen sangat tidak memadai. Ketika membaca pernyataan Yohanes, dan kemudian membandingkannya dengan cara kita biasanya memandang diri kita dan hidup kita sebagai orang Kristen di dunia ini, kita akan segera menyadari betapa terbatas dan dangkal pandangan kita tentang identitas kita. Richard Baxter, seorang penulis himne yang hebat, pernah menulis dalam himnenya tentang bagaimana hidup dan mati seharusnya dilihat oleh orang percaya. Dia menulis bahwa hidup panjang atau pendek tidak seharusnya menjadi kekhawatiran utama kita, karena yang lebih penting adalah melayani dan mengasihi Tuhan. Himne itu mengekspresikan sikap seseorang yang sepenuhnya menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, siap menghadapi apa pun yang terjadi karena mengetahui bahwa kemuliaan kekal menanti.

Tetapi, dapatkah kita benar-benar mengatakan kata-kata tersebut dari hati? Apakah pandangan seperti ini yang kita pegang mengenai hidup kita sebagai orang Kristen? Apakah kita melihat hidup dan mati dengan cara yang sama? Apakah kita benar-benar memahami dan menerima bahwa sebagai anak-anak Allah, ada masa depan yang gemilang dan penuh harapan yang menanti kita, terlepas dari seberapa singkat atau panjangnya hidup kita di dunia ini? Inilah yang seharusnya menjadi pandangan kita, dan itulah yang diajarkan oleh surat Yohanes. Menjadi anak-anak Allah berarti memiliki pandangan yang lebih besar tentang kehidupan ini, pandangan yang melampaui keadaan duniawi dan melihat pada tujuan akhir kita yang kekal.

Penyebab Ketidakbahagiaan dalam Kehidupan Kristen

Salah satu kelemahan terbesar dalam kehidupan Kristen adalah ketidakmampuan untuk sepenuhnya menyadari siapa diri kita. Banyak dari kita menghabiskan waktu dalam kehidupan Kristen dengan mengeluh, merasa tidak puas, atau tidak bahagia. Sering kali, ketidakbahagiaan ini disebabkan oleh cara kita memandang keadaan kita saat ini. Kita cenderung fokus pada hal-hal yang terjadi pada kita—kesulitan yang kita hadapi, tantangan yang datang dari dunia, atau perlakuan orang lain terhadap kita. Namun, jika kita menyadari siapa kita sebenarnya di dalam Kristus, pandangan kita akan berubah secara drastis. Sebagian besar ketidakbahagiaan kita dalam hidup ini sebenarnya dapat dilacak kembali pada kegagalan kita untuk melihat diri kita dalam terang kebenaran Alkitab.

Yohanes mengingatkan bahwa kita adalah anak-anak Allah. Jika kita benar-benar menyadari dan hidup dalam realitas ini, maka masalah yang kita hadapi dalam kehidupan ini akan terlihat dalam perspektif yang berbeda. Kita sering terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang berada tepat di depan kita, tanpa memasukkannya dalam konteks keseluruhan hidup kita sebagai anak-anak Allah yang sedang menuju kemuliaan kekal. Kegagalan kita untuk menyadari posisi kita sebagai anak-anak Allah sering kali menjadi penyebab utama dari ketidakpuasan kita.

Lebih jauh lagi, kegagalan untuk memahami identitas kita juga sering kali menjadi alasan mengapa kita gagal menjalani kehidupan Kristen dengan benar. Jika kita benar-benar memahami siapa kita di dalam Kristus, maka kita tidak akan lagi kesulitan untuk menjalani kehidupan yang benar. Orang tua sering menggunakan metode ini ketika mengajari anak-anak mereka tentang tanggung jawab moral, dengan mengatakan, "Ingat siapa kamu." Kesadaran tentang identitas kita sebagai anak-anak Allah seharusnya secara otomatis memengaruhi perilaku kita. Jika kita menyadari posisi kita sebagai anak-anak Allah, kita akan hidup sesuai dengan panggilan itu tanpa perlu dorongan eksternal.

Dasar Ajaran Perjanjian Baru

Dalam setiap ajakan untuk hidup dalam kebenaran, Perjanjian Baru selalu mendasarkannya pada pengertian tentang identitas kita sebagai orang percaya. Tidak pernah ada ajakan untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan Kristen tanpa terlebih dahulu mengingatkan kita tentang siapa kita di dalam Kristus. Para penulis Alkitab, di bawah bimbingan Roh Kudus, selalu mengajarkan doktrin terlebih dahulu sebelum memberikan nasihat praktis. Ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang identitas kita adalah fondasi dari semua kehidupan Kristen yang benar. Kita dipanggil untuk hidup dalam kebenaran, bukan karena perintah semata, tetapi karena perubahan identitas yang telah terjadi dalam diri kita melalui karya Kristus.

Perjanjian Baru juga tidak terlalu peduli dengan perilaku orang yang belum menjadi Kristen, kecuali dalam hal pertobatan. Pesan utama Injil kepada mereka yang belum percaya adalah panggilan untuk bertobat dan berpaling kepada Kristus. Hanya setelah seseorang menjadi anak Allah, Alkitab mulai menekankan pentingnya perilaku yang benar, karena identitas baru mereka dalam Kristus menuntut kehidupan yang sesuai dengan kebenaran ilahi.

Kepastian tentang Status sebagai Anak Allah

Pernyataan pertama yang terdapat dalam teks Yohanes ini adalah bahwa kita sekarang adalah anak-anak Allah. Yohanes tidak mengatakan bahwa kita akan menjadi anak-anak Allah di masa depan, melainkan kita telah menjadi anak-anak Allah saat ini. Ini adalah kebenaran yang harus kita sadari dengan sepenuh hati. Identitas kita sebagai anak-anak Allah bukanlah sesuatu yang bersifat sementara atau dapat berubah; itu adalah kenyataan yang tidak tergoyahkan. Seperti seorang anak yang selalu tetap menjadi anak dari orang tuanya, terlepas dari bagaimana perilakunya, demikian juga kita tetap menjadi anak-anak Allah, meskipun kita mungkin tidak selalu hidup sempurna. Hubungan kita dengan Allah sebagai Bapa adalah sesuatu yang tidak didasarkan pada perilaku kita, tetapi pada anugerah dan kasih karunia-Nya.

Kesadaran akan status kita sebagai anak-anak Allah membawa serta tanda-tanda khusus dalam kehidupan kita. Mereka yang benar-benar anak Allah akan merasakan adanya kehidupan baru di dalam diri mereka, kesadaran yang mendalam akan dosa, dan keinginan yang kuat untuk hidup dalam kebenaran. Mereka juga akan merasakan dorongan untuk lebih dekat kepada Allah, memiliki hasrat untuk mengenal Dia lebih dalam, dan merasa terhubung dengan sesama orang percaya. Semua ini adalah tanda bahwa kehidupan Allah telah masuk ke dalam diri kita, dan kehidupan itu menghasilkan transformasi nyata dalam cara kita berpikir, merasakan, dan bertindak.

Takdir Menuju Kemuliaan di Masa Depan

Pernyataan kedua dalam teks ini adalah bahwa kita tahu kita ditakdirkan untuk kemuliaan. Yohanes menulis bahwa meskipun saat ini belum tampak apa yang akan kita jadi, kita tahu bahwa ketika Kristus dinyatakan, kita akan menjadi seperti Dia. Ini memberikan kepastian bahwa masa depan kita sebagai orang percaya telah dijamin oleh janji Allah. Meskipun dunia mungkin tidak memahami atau menghargai identitas kita saat ini, kita memiliki kepastian bahwa pada saat kedatangan Kristus yang kedua, kita akan diubah menjadi serupa dengan-Nya, dan kita akan memasuki kemuliaan yang kekal bersama-Nya.

Kehidupan Kristen, seperti yang dijelaskan oleh Yohanes, adalah perjalanan menuju kemuliaan. Seperti Kristus yang melalui masa penghinaan di dunia ini sebelum memasuki kemuliaan-Nya, demikian pula kita harus melalui perjalanan yang sama. Kita mungkin mengalami penderitaan, penolakan, atau ketidakpahaman dari dunia, tetapi kita tahu bahwa kemuliaan yang dijanjikan sudah pasti. Janji ini didasarkan pada karakter Allah yang setia dan tidak pernah berubah. Janji ini juga didukung oleh kuasa Allah yang tak terbatas, yang akan memastikan bahwa semua yang telah dimulai oleh-Nya akan diselesaikan dengan sempurna.

Melihat Kristus dan Menjadi Serupa dengan-Nya

Pernyataan ketiga dalam teks ini adalah bahwa kita akan melihat Kristus sebagaimana adanya Dia, dan kita akan menjadi serupa dengan Dia. Ini adalah puncak dari harapan Kristen: melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya dan diubah menjadi serupa dengan-Nya. Pada saat Kristus datang kembali, kita tidak hanya akan melihat kemuliaan-Nya, tetapi kita juga akan diubah secara sempurna, bebas dari segala dosa, dan menerima tubuh yang dimuliakan seperti Kristus. Transformasi ini adalah hasil akhir dari pekerjaan Roh Kudus di dalam diri kita selama hidup kita di dunia ini.

Janji ini begitu luar biasa sehingga sulit untuk dipahami sepenuhnya oleh pikiran manusia. Ketika kita memikirkan bahwa kita, yang saat ini penuh dengan kelemahan dan dosa, suatu hari akan diubah menjadi serupa dengan Kristus dalam segala kemuliaan-Nya, itu memberikan kita alasan untuk hidup dengan sukacita, harapan, dan rasa syukur yang mendalam. Harapan ini seharusnya menjadi pusat dari kehidupan kita sebagai orang Kristen, memotivasi kita untuk hidup dengan cara yang layak sebagai anak-anak Allah yang ditakdirkan untuk kemuliaan kekal.


Tidak ada komentar: