Masa pemerintahan kerajaan Romawi (312-590)
Pertobatan jenderal
Romawi Konstantinus merupakan
sebuah momentum bagi pertumbuhan gereja dalam hal jumlah. Jika kita meninggalkan Roma pada tahun 305
M., tinggal di padang pasir, dan dua puluh tahun kemudian kembal ke Roma, maka
kita akan mengira bahwa kekristenan telah punah karena penganiayaan. Tetapi
ternyata sebaliknya, kekristenan telah menjadi agama yang sangat digemari.
Kaisar Konstantinus ini tergerak untuk memberikan kebebasan dan status bagi
Gereja. Pada tahun 313, ia bersama-sama Lucinius secara resmi mengeluarkan Edik
Milano (Edict of Milan) yang menjamin kebebasan beragama di seluruh kekaisaran.
Instruksi tersebut berbunyi: "Tujuan kita ialah untuk mengizinkan baik
orang-orang Kristen maupun yang lain dengan bebas beribadah sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing." Konstantinus memulihkan harta gereja,
menyumbangkan uang, mengendalikan kontroversi dengan kaum Donatis serta
mengadakan konsili-konsili Gereja di Arles dan Nicea. Dengan demikian Gereja tidak lagi menjadi
sasaran serangan, melainkan mendapat perlakuan istimewa. Dalam waktu yang
sangat singkat, prospeknya berubah sama sekali. Allah sesungguhnya memakai Konstantinus
untuk memberi kemudahan bagi Gereja; sang kaisar itu menegaskan dan menjamin
toleransi resmi bagi keyakinan ini. Tentu saja gereja megalami perkembang yang
pesat pada zaman ini. Sekitar tahun 370, pada masa pemerintahan
Theodosius, kekristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Uskup
diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400, istilah Romawi
dan Kristen pada dasarnya dianggap sama. Setelah Konstantin, orang-orang
Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, justru orang-orang tidak percaya
yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada
kekristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang
yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini
membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja
berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan
pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang
sederhana.
Dengan makin melemahnya Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan
timbul makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur.
Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap
semua gereja. Uskup Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini
tidak dapat diterima oleh Gereja Timur (Yunani) yang berpusat di
Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa
mengakibatkan Perpecahan Besar pada tahun 1054, di mana Gereja Katolik
(Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang
lainnya dan memutuskan hubungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar