Sabtu, 19 Maret 2016

Gereja di masa pemerintahan Romawi di tahun 312-590


Masa pemerintahan kerajaan Romawi  (312-590)


Pertobatan jenderal  Romawi  Konstantinus merupakan sebuah momentum bagi pertumbuhan gereja dalam hal jumlah.  Jika kita meninggalkan Roma pada tahun 305 M., tinggal di padang pasir, dan dua puluh tahun kemudian kembal ke Roma, maka kita akan mengira bahwa kekristenan telah punah karena penganiayaan. Tetapi ternyata sebaliknya, kekristenan telah menjadi agama yang sangat digemari. Kaisar Konstantinus ini tergerak untuk memberikan kebebasan dan status bagi Gereja. Pada tahun 313, ia bersama-sama Lucinius secara resmi mengeluarkan Edik Milano (Edict of Milan) yang menjamin kebebasan beragama di seluruh kekaisaran. Instruksi tersebut berbunyi: "Tujuan kita ialah untuk mengizinkan baik orang-orang Kristen maupun yang lain dengan bebas beribadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing." Konstantinus memulihkan harta gereja, menyumbangkan uang, mengendalikan kontroversi dengan kaum Donatis serta mengadakan konsili-konsili Gereja di Arles dan Nicea.  Dengan demikian Gereja tidak lagi menjadi sasaran serangan, melainkan mendapat perlakuan istimewa. Dalam waktu yang sangat singkat, prospeknya berubah sama sekali.    Allah sesungguhnya memakai Konstantinus untuk memberi kemudahan bagi Gereja; sang kaisar itu menegaskan dan menjamin toleransi resmi bagi keyakinan ini. Tentu saja gereja megalami perkembang yang pesat pada zaman ini. Sekitar tahun 370, pada masa pemerintahan Theodosius, kekristenan menjadi agama resmi dari kekaisaran Romawi. Para Uskup diberi tempat terhormat dalam pemerintahan, dan pada tahun 400, istilah Romawi dan Kristen pada dasarnya dianggap sama. Setelah Konstantin, orang-orang Kristen tidak lagi dianiaya. Pada waktu itu, justru orang-orang tidak percaya yang mengalami penganiayaan, kecuali kalau mereka “bertobat” kepada kekristenan. Pertobatan yang dipaksa semacam ini mengakibatkan banyak orang yang bergereja tanpa mengalami perubahan hati yang sejati. Orang-orang ini membawa berhala-berhala mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka, dan gereja berubah: ikon-ikon, desain arsitektur yang ruwet, perjalanan ziarah, dan pemujaan orang-orang suci ditambahkan kepada ibadah gereja mula-mula yang sederhana.  

Dengan makin melemahnya Kekaisaran Roma, gereja menjadi makin berkuasa dan timbul makin banyak pertentangan antara gereja-gereja di Barat dan Timur. Gereja Barat (Latin), berpusat di Roma, mengklaim otoritas kerasulan terhadap semua gereja. Uskup Roma bahkan mulai menyebut diri “Paus” (Bapa). Hal ini tidak dapat diterima oleh Gereja Timur (Yunani) yang berpusat di Konstantinopel. Perbedaan teologis, politis, prosedural dan bahasa mengakibatkan Perpecahan Besar pada tahun 1054, di mana Gereja Katolik (Universal) Roma dan Gereja Ortodoks Timur saling mengucilkan satu dengan yang lainnya dan memutuskan hubungan.

Tidak ada komentar: