Sabtu, 19 Maret 2016

Gereja dari para rasul ke konsili Nicea


DARI PARA RASUL KE KONSILI NICEA (100–325)




Abad ini adalah abad dimana terjadi penganiayaan yang  besar bagi orang orang kristen. Gereja mengalami masa masa penganiayaan yang hebat, dimana kata Tertulian, “darah para martir menjadi benih bagi gereja”. walaupun gereja pada masa ini miskin di dalam harta milik dan status sosial, tetapi kaya dalam anugerah. Mereka dibenci , diniaya namun mereka setia kepada  Kristus. Perkembangan gereja di abad abad ini tidak terlepas dari peran bapa bapa gereja yang mempetahankan kebenaran kristen dan tetap setia mengikuti Kristus  sampai mati. Bapa bapa gereja ini antara lain



Polikarpus (ca. 70 –155/167  AD)

   Ia menjadi Uskup Smyrna untuk masa yang cukup lama. Jemaat Kristiani mengenalnya sebagai seorang gembala umat yang kudus serta pemberani.  Ia hidup pada masa setelah wafat para rasul, ketika bermacam-macam interpretasi ajaran Yesus diajarkan. Peranannya adalah dengan menegaskan ajaran y benar  yang didapatkannya dari Rasul Yohanes.   Ada cerita yang mengisahkan bahwa ia terlibat dalam perdebatan dengan Marcion, yang ia juluki "Anak sulung setan". Ajaran-ajaran para rasul yang ditampilkannya telah membuat beberapa pengikut Marcion bertobat.
Pada masa itu, umat Kristen mengalami penganiayaan serta pembantaian dalam masa pemerintahan Kaisar Markus Aurelius. Polikarpus juga tidak terkecuali. Dia ditangkap dan disuruh menyangkali Kristus, namun Polikaprus mengatakan kalimat terakhirnya yang terkenal, "Selama 86 tahun aku telah mengabdi kepada Kristus dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat mencaci Raja [Kristus] yang telah menyelamatkanku?"

 
Itulah peranan Polikarpus: saksi yang setia. Para pemimpin yang muncul kemudian hari mengadakan pendekatan-pendekatan kreatif untuk mengubah keadaan, namun pada zaman Polikarpus, yang dibutuhkan hanyalah kesetiaan. Ia setia sampai mati.

 Ketika ia diancam akan dibakar, Polikarpus menjawab, "Apimu akan membakar hanya satu jam lamanya, kemudian akan padam, namun api penghakiman yang akan datang adalah abadi."

Kisah kematian Polikarpus sbg martier ini tersebar ke jemaat-jemaat di seluruh kekaisaran. Gereja menyimpan laporan-laporan semacam itu dan mulai memperingati hari-hari kelahiran serta kematian para martir.  Dalam kurun waktu satu setengah abad berikutnya, ratusan martir menuju kematian mereka dengan setia, dan banyak di antara mereka maju dengan semangat. Inilah yg menjadi benih dari penyebaran kekrirtsnen dgn cepat di tahun 100-300 ini



Bapa Gereja yang lain adalah Yustinus Martir ca. (114 –  165 AD)  adalah Yustinus menjadi salah seorang apologist Kristen pertama, yang menjelaskan imannya sebagai sistem yang masuk akal. Bersama-sama penulis lain, seperti Origenes dan Tertullianus, ia menafsirkan kekristenan dalam istilah-istilah yang mudah dikenal orang-orang Yunani dan Romawi terpelajar pada masa itu.  Karya tulis Yustinus, The Apology, ditujukan pada Kaisar Antoninus Pius (dalam bahasa Yunani berjudul Apologia, yaitu suatu kata yang mengacu pada logika yang menjadi dasar kepercayaan seseorang). Ketika Yustinus menjelaskan dan mempertahankan keyakinannya, ia juga menyinggung bahwa penyiksaan yang dilakukan penguasa Romawi terhadap orang-orang Kristen adalah salah. Sebaliknya, mereka seharusnya bergabung dengan orang Kristen untuk mmnunjukkan kepalsuan sistem penyembahan dewa-dewa. 

Di samping menulis, Yustinus mengadakan perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanannya ia selalu berargumentasi tentang iman yang diyakininya.  Di Efesus, ia bertemu dengan Tryfo. Di Roma, ia bertemu Marcion, pemimpin Gnostik. Pada suatu perjalanannya ke Roma, ia pernah bersikap tidak ramah terhadap seseorang yang bernama Crescens, seorang Cynic. Ketika Yustinus kembali ke Roma pada tahun 165, Crescens mengadukannya kepada penguasa atas tuduhan memfitnah. Yustinus pun ditangkap, disiksa dan akhirnya dipenggal kepalanya bersama-sama enam orang percaya lainnya. Ia pernah menulis, "Anda dapat membunuh kami, tetapi sesungguhnya tidak dapat mencelakakan kami." Keyakinan ini ia pegang sampai mati. Dengan demikian ia telah meraih nama yang disandangnya sepanjang masa: Yustinus Martir.  Setelah kematiannya, filsuf yang terkemuka itu menjadi terkenal sebagai Yustinus Martir. Teladannya yang sangat baik menjadi inspirasi bagi orang-orang Kristen di kemudian hari yang bersedia mati sebagai martir oleh karena mereka memilih untuk mengikut Yesus-orang Nazaret yang dianggap hina.

 Ireneus ( 130–202 AD)

Konteks hidup Ireneus diwarnai oleh beragam penganiayaan terhadap orang Kristen dan ajaran sesat. Ajaran sesat yang berkembang pesat pada waktu itu adalah gnostisisme. Gnostisisme merupakan gerakan keagamaan yang bersifat sinkretis. Aliran ini berusaha mengawinkan pola pemikiran filsafat Barat dengan agama-agama Timur. Unsur dasariah gnostisisme adalah dualisme. Mereka mengajarkan bahwa keselamatan dapat dica pai oleh manusia jika unsur rohani dibebaskan dari unsur materi yang jahat. Ketika ajaran gnostis mulai meresahkan iman umat, maka Ireneus berusaha dengan gigih untuk membendung ajaran-ajaran sesat tersebut dengan memaparkan ajaran iman yang benar.  Irenaeus, adalah seorang penentang Gnostisisme pada akhir abad kedua.  Perdagangan yang lancar antara Asia Kecil dan Gaul (Perancis) memberi peluang bagi orang-orang Kristen untuk membawa agamanya ke Perancis, tempat mereka mendirikan sebuah gereja yang tangguh di kota Lyons. Sebagai imam di Lyons, Irenaeus hidup sesuai namanya, yang artinya 'damai', Ketika itu terdapat banyak orang yang telah menganut Gnostisisme di Perancis. Penyebaran aliran ini sangat pesat karena kaum Gnostis menggunakan istilah orang-orang Kristen, namun berbeda  secara radikal.   Setelah uskup Lyons itu mempelajari ajaran sesat itu, ia menulis Against Heresies, suatu karya besar yang membeberkan kebodohan "ajaran yang secara keliru disebut Gnostik".   Dalam bukunya Against Heresies, Irenaeus menetapkan standar bagi teologi gereja. Semua kebenaran yang kita butuhkan sudah tercantum dalam Alkitab. Ia juga membuktikan bahwa dirinya adalah seorang teolog terbesar semenjak Rasul Paulus. Argumentasinya yang tersebar luas merupakan pukulan besar bagi aliran Gnostik pada masanya.

Gereja pada masa ini bertumbuh bukan hanya dalam jumah tetapi juga di dalam mempertahankan ajaran yang sehat. Walaupun ada ajaran sesat seperti Gnositisme, namun gereja dilindungi melalui engajrn pengajaran dari bapa bapa gereja pada masa itu.



Tertulianus ( 155–230 AD )

 Quintus Septimius Florens Tertullianus, atau Tertulianus, (155–230) adalah seorang pemimpin gereja dan penghasil banyak tulisan selama masa awal Kekristenan. ia menjadi pembela kristen yang fanatik.   Ia digelari "Bapak Teologi Latin" atau "Bapak Gereja Latin". Ia memperkenalkan istilah "Trinitas" Ketika orang-orang Kristen Yunani masih bertengkar tentang keilahian Kristus serta hubungan-Nya dengan Bapa, Tertullianus sudah berupaya menyatukan kepercayaan itu dan menjelaskan posisi ortodoks. Maka, ia pun merintis formula yang sampai hari ini masih kita pegang: Allah adalah satu hakikat yang terdiri dari tiga pribadi.

 Origenes ( 182 –  251 AD)

Pada awalnya, kekristenan dianggap sebagai agama orang-orang miskin dan tidak terpelajar, dan memang banyak penganutnya datang dari kalangan rendah, tetapi menjelang abad ketiga, cendekiawan terhebat pada masa itu adalah seorang Kristen.  Baik kafir, penganut ajaran sesat maupun orang Kristen, semuanya mengagumi Origenes. Ia mempunyai pengetahuan luas dan ilmu yang tinggi.  Origenes menjalani kehidupan asketis, menghabiskan waktunya pada malam hari dengan belajar dan berdoa, serta tidur di lantai tanpa alas.  Ia bahkan mengikuti Matius 19:12 secara harfiah; mengebiri dirinya untuk mencegah godaan jasmani. Origenes berhasrat setia pada gereja dan membawa kehormatan bagi nama Kristus. Sebagai seorang penulis yang sangat produktif Origenes dapat membuat tujuh sekretarisnya sibuk dengan dikteannya. Ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya, termasuk tafsiran-tafsiran atas setiap buku dalam Alkitab serta ratusan khotbah.

Di masa Decius, Origenes dipenjarakan, disiksa dan akan dihukum mati pada tiang. Tetapi hukurnan itu tidak terlaksana karena kaisar telah meninggal dunia. Namun Origenes jatuh sakit  kemudian meninggal sekitar tahun 251.

Para pemimpin pemimpin gereja di abada ini adalah orang orang yang bersedia berkorban bagi Kristus dan juga orang orang yang memiliki pemikiran pemikiran yang hebat.  Inilah yang menjadi salah satu faktor yang pendukung  kebangunan gereja pada abad tersebut . Julah emakin bertambah dan pemahman teologi juga semakin berkembang.

Menginjak pertengahan abad ketiga ini, penganiayaan besar-besaran terhadap orang percaya juga terjadi, suatu misal pada tahun 249 ketika Kaisar Decius naik tahta, kaisar ini mengadakan penganiayaan terhadap orang Percaya secara universal, dan penganiayaan ini dilanjutkan oleh Kaisar Valerianus (253-260). Dalam penganiayaan ini, orang percaya dipaksa mempersembahkan korban kepada patung kaisar sebagai "Tuhan dan Illah", para rohaniwan harus dikejar dan dibunuh, harta benda Gereja harus disita. Dan baru setelah anak Valerianus naik tahta dan berdiri sebagai Kaisar, maka penganiayaan terhadap orang Kristen dihentikan. Dengan berhentinya penganiayaan ini Gereja berkembang secara luar biasa, namun akibat penganiayaan itu telah mengakibatkan krisis besar di dalam Gereja. Mereka yang pada saat penganiayaan itu mau dengan rela mempersembahkan korban pada patung kaisar, selalu dipertanyakan. Ada yang memperbolehkan masuk Gereja kembali, dan ada yang tidak memperbolehkan serta orang-orang ini disebut sebagai kaum "Lapsi".

Tidak ada komentar: