Sabtu, 13 Februari 2010

Tradisi dan iman kristen (Markus 7:6-23)

Oleh: Pdt. Yohannis Trisfant, MTh

Menurut Merriam-Webster, tradisi adalah "menyampaikan informasi, kepercayaan, dan adat istiadat dari mulut ke mulut atau dengan contoh dari satu generasi ke generasi lain tanpa instruksi tertulis." Kita semua memiliki tradisi lisan.

Kisah-kisah masa lalu yang diceritakan dari mulut ke mulut, kemudian dipraktekkan menjadi sebuah traidisi. Misalnya, pada waktu orang Tionghoa menikah selalu ada sebuah tulisan DENGAN KARAKTER GANDA seperti ini

Dari mana asalnya karakter ganda itu?

Sebuah karakter Tionghoa yang banyak dikenal, Kebahagiaan Ganda, yang tertera pada kertas merah atau potongan kertas selalu ada pada saat pernikahan.

Terdapat asal usul dibalik itu.

Pada masa Dinasti Tang, terdapat seorang pelajar yang ingin pergi ke Ibukota untuk mengikuti ujian negara, dimana yang menjadi juara satu dapat menempati posisi menteri.

Sayangnya, pemuda itu tersebut jatuh sakit di tengah jalan saat melintasi sebuah desa di pegunungan. Untung seorang tabib dan anak perempuannya membawa pemuda itu ke rumah mereka dan merawat sang pelajar. Pemuda tersebut dapat sembuh dengan cepat berkat perawatan dari tabib dan anak perempuannya.

Setelah sembuh, pelajar itu harus meninggalkan tempat tersebut untuk melanjutkan perjalanan ke Ibukota. Namun pelajar itu mengalami kesulitan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada anak perempuan sang tabib, begitu juga sebaliknya. Mereka saling mencintai.

Maka gadis itu menulis sepasang puisi yang hanya sebelah kanan agar pemuda itu melengkapinya, “Pepohonan hijau dibawah langit pada hujan musim semi ketika langit menutupi pepohonan dengan gerhana”

Setelah membaca puisi tersebut, sang pelajar berkata, “Baiklah, saya akan dapat mencapainya meskipun bukan hal yang mudah. Tetapi kamu harus menunggu sampai aku selesai ujian”. Sang gadis mengangguk-angguk.

Pada ujian negara, sang pelajar mendapatkan tempat pertama, yang mana sangat dihargai oleh kaisar. Pemuda itu juga bercakap-cakap dan diuji langsung oleh kaisar.

Keberuntungan ternyata pada pihak sang pemuda.

Kaisar menyuruh pemuda itu agar membuat sepasang puisi.

Sang kaisar menulis: “Bunga-bunga merah mewarnai taman saat angin memburu ketika taman dihiasai warna merah setelah sebuah ciuman”.

Pemuda itu langsung menyadari bahwa puisi yang ditulis oleh sang gadis sangat cocok dengan puisi kaisar, maka ia menulis puisi sang gadis sebagai pasangan puisi kaisar.

Kaisar sangat senang melihat bahwa puisi yang ada merupakan sepasang puisi yang harmonis dan serasi sehingga ia menobatkan pemuda itu sebagai menteri di pengadilan dan mengijinkan pemuda itu untuk mengunjungi kampung halamannya sebelum menduduki posisinya.

Pemuda itu menjumpai sang gadis dengan gembira dan memberitahu kepada sang gadis puisi dari kaisar.

Tidak lama kemudian mereka menikah.

Untuk pesta perayaan pernikahan, sepasang karakter Tionghoa, bahagia, dipasang bersamaan pada selembar kertas merah dan ditempel di dinding untuk menunjukkan kebahagiaan dari dua kejadian yang bersamaan, pernikahan dan pengangkatan sang pemuda.

Sejak saat itu, tulisan Kebahagiaan Ganda menjadi sebuah tradisi yang dilakukan pada setiap pesta pernikahan. Jadi dengan dipasangnya, karakter seperti itu, maka ada pengharapan bahwa sang pria selain mendapatkan sistri yang baik, juga berhasil dalam kariernya. Hal seperti ini tidak masalah, asalkan pengharapan kita ditaruh kepada Tuhan dan bukan kepada tulisan ganda itu. Karena bukan tulisan ganda itu yang memberikan jodoh dan keberhasilan, melainkan Tuhan sendiri.

Dalam gereja ada juga tradisi. Komisi Sekolah Minggu, Komisi remaja, Komisi pemuda di gereja apakah berasal dari gereja mula-mula? Ternyata tidak. Memang ada dasar Alkitabnya, yakni anak-anak juga merupakan bagian dari umat Allah. Tetapi dalam Kisah rasul dan Perjanjian Baru, tidak ada Komisi sekolah minggu. Komisis sekolah minggu itu baru berusia lebih dari 200 tahun. Sejarah sekolah Minggu itu dimulai sebagai sarana untuk mengajar anak-anak buta huruf untuk membaca. Daripada hanya sekedar mengajar mereka membaca, maka lebih baik sekalian diajarin injil. Sekarang ini, ditiap gereja pasti ada sekolah minggu. Dan kelihatannya itu adalah kewajiban. Kalaus ekolah minggu ditiadakan, pasti akan dikatakan tidak Alkitabiah. Padahal Alkitab tidak pernah memberikan perintah untuk membuka sekolah minggu. Dan pembinaan rohani anak tidak bisa diserahkan kepada gereja sepenuhnya. Kalau anak nakal, maka gereja yang disalahkan karena tidak bisa membinanya. Padahal gereja hanya membina hanya sekitar satu dua jam seminggu. Dan Alkitab dengan jelas menyatakan kepada kita kalau tanggungjawab mendidik anak adalah tanggungjawab orang tua. Itulah tradisi, yang dipakai sampai sekarang dan juga di gereja kita. Namun karena tradisi itu baik, apa salahnya kalau kita pakai bukan? Sekolah minggu membantu orang tua dalam mendidik anak, maka apa salahnya terus dipakai dan dikembangkan.

Dalam, Markus 7: 6-23 kita melihat bagaimana orang-orang Farisi berpikir tentang tradisi. Mereka percaya bahwa tradisi mereka memiliki otoritas yang sama dengan Kitab Suci. Mereka percaya bahwa Allah memberikan Taurat tertulis (Kejadian-Imamat) dan Taurat lisan (tradisi-tradisi para tua-tua).Taurat lisan dibagi menjadi enam bagian dan berisi hukum dan tradisi tentang pertanian, perayaan-perayaan, tentang wanita, sipil dan hukum pidana, hal-hal yang kudus, dan ritual kesucian.  Jadi, selama masa Yesus, seorang Farisi wajib menghafal kata demi kata tradisi lisan dengan setia.

kita juga memiliki tradisi. JI Packer berkata, "Pertanyaannya, bukanlah apakah kita memiliki tradisi, tapi apakah tradisi tradisi itu konflik dengan satu-satunya standar mutlak kita yakni Kitab Suci." Menurut Tom Hovestol, tradisi memberi kita identitas-Tradisi memberitahu kita siapa diri kita. Tradisi memberitahukan kita darimana kita berasal. Tradisi mengeksternalisasi pola pikir kita dan menunjukkan apa yang kita percayai. Tradisi menetapkan batas-batas untuk gaya hidup kita dan mengajarkan bagaimana kita berperilaku.

Tradisi bisa baik namun bisa juga berdampak buruk. Hal yang akan kita renungkan pada pagi ini adalah apa bahayanya dengan tradisi kalau kita tidak hati-hati? Ada empat jawaban penting yang dapat dari awaban Tuhan Yesus kepada orang Farisi.

Pertama, Tradisi dapat membuat kita menjalankan agama kita sebagai sesuatu yang ekternal saja.

Tradisi dapat membuat kita jauh dari Tuhan. (6)

Sekelompok orang Farisi dan beberapa guru agama dari Yerusalem, datang kepada Yesus. Pada waktu itu mereka melihat beberapa pengikut Yesus makan dengan tangan yang tidak bersih secara agama, yaitu tanpa terlebih dahulu mencuci tangan menurut peraturan agama. Orang-orang Farisi, begitu juga semua orang Yahudi, setia sekali mengikuti adat istiadat nenek moyang mereka. Mereka tidak akan makan, sebelum mencuci tangan menurut cara-cara tertentu. Apa yang dibeli di pasar tidak akan dimakan, sebelum dicuci terlebih dahulu. Dan banyak peraturan lain dari nenek moyang mereka yang mereka pegang teguh; seperti misalnya peraturan mencuci gelas, mangkuk, dan perkakas-perkakas tembaga. Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?" Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. (7) Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. (8) Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia."Mar 7:1-8

Secara nampak luar orang-orang Farisi ini menjalankan agamanya, tetapi apa yang dia percayai bukanlah firman Tuhan, melainkan tradisi tradisinya selama ini. Perintah Allah betul betul diabaikan. Dirinya beribadah kepada Tuhan, tetapi hatinya sangat dikuasai oleh tradisi-tradisi ada . Orang Farisi yang saleh mengira bahwa mereka suci karena mematuhi menghindari pencemaran eksternal. Yesus mengajarkan bahwa seseorang yang mematuhi Hukum eksternal masih dapat meniadakan Hukum dalam hatinya. Dan bahwa pencemaran eksternal sangat sedikit sekali hubungannya dengan pencemaran batin. Kekudusan sejati itu adalah masalah sikap batin dan bukanlah sebuah tindakan cuci tangan, cuci kaki, dll tindak eksternal. Konflik yang sedang terjadi antara Yesus dengan orang Farisi bukan hanya antara kebenaran Allah dan tradisi manusia, tetapi juga antara dua perbedaan pandangan tentang dosa dan kekudusan. Bagi orang Farisi kekudusan itu adalah kekudusna jasmani, tetapi bagi Tuhan Yesus, kekudusan adalah kekudusan batin. Ini bukan masalah sepele, ini adalah masalah serius karena disinilah jantung dari agama kristen.

Kita melihat bahwa tradisi memiliki kekuatan yang sangat luar biasa atas orang orang farisi. Tradisi itu kelihatannya benar untuk mereka. Tradisi itu mengikat erat-erat emosi orang Farisi, sehingga mereka menjadi buta terhadap kebenaran Allah. Tradisi itu sudah mengatur tingkah laku mereka dan seiring dengan waktu, tradisi itu menjadi sebuah doktrin. Mereka akhirnya hanya menjalanan agama ekternal saja. Agama lahiriah saja yang mereka lakukan sehari-hari.

Saudara kalau mau makan berdoa enggak? Ada yang berdoa, ada yang enggak. Dimana ayatnya yang menyuruh berdoa dulu makan? Enggak ada. Kita hanya diajarkan untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Senantiasa mengucap syukur. Kalau suatu ahri saya makan bersama saudara dan kemudian saya tidak berdoa. Pasti sdr akan langsung mengatakan saya kurang rohani. Betulkah karena seseorang ketika makan tidak berdoa, kemudian dia menjadi kurang rohani? Belum tentu. Jangan memakai tradisi untuk menghakimi atau menilai orang lain. Orang farisi memakai tradisi cuci tangan sebelum makan untuk menilai kekudusan orang lain. Padahal masalah kekudusan hidup, kerohanian seseorang tdak ditentukan oleh hal-hal ekternal seperti itu. Itu adalah masalah hati. Saya kalau makan selalu berdoa dan mengiucap syukur. Bahkan minum pun dan makan permen pun saya selalu mengatakan dalam hati terima kasih kepada Tuhan. Namun tidak setiap kali makan saya tutup mata dan mengambil sikap doa. Kalau saya makan roti sambil nyetir mobil, enggak mungkin saya tutup mata dan bersyukur untuk rotinya. Jangan memakai tradisi untuk menghakimi orang lain.

Dan hati-hati, jangan sampai berdoa sebelum makan telah menjadi sebuah kebiasaan yang rutin tanpa ada hati yang bersykur di dalamnya. Kita tutup mata dan mengatakan terimam kasih kepada Tuhan namun hatinya tidak berterima kasih. Hatinya memikirkan hal yang lain. Doa makan hanya menjadi doa yang dihapalakan saja dan dilakukan secara ekternal dan ottomatis. Ada banyak lagi tardisi-tradisi yang lain , yang mesti diwaspadai agar jangan sampai membuat kita melakukan agama ekternal saja. Ajarkanlah anak kita untuk berdoa sebelum makan. Namun jangan hanya ajarkan bentuknya saja, melainkan ajarkan apa maknanya berdoa sebelum makan. Tanamkan dalam hati mereka pentingnya hati yang bersyukur kepada Allah untuk segala kebaikan Allah.

Tradisi dapat membuat hidup kita tidak beres, kalau kita tidak hati-hati. Orang-orang Farisi telah menyimpang dari iman karena tradisi mereka. Demikian juga ada banyak orang Tionghoa telah menyimpang dari iman karena tradisi dan kebudyaan tionghoa. Misalnya mengenai Hongsui.  Hong Sui sebenarnya berasal dari kepercayaan TAO (Taoisme). Pada prinsipnya dalam taoisme yang disebut Tuhan itu adalah TAO, yaitu kekuatan dasar semesta yang tidak bisa disebut atau diberi nama, tidak berpribadi, tetapi merupakan kekuatan semesta yang menghasilkan segala sesuatu dalam alam ini. Bila TAO dianggap sebagai kekuatan mistik semesta atau makro kosmos maka manusia dianggap sebagai kekuatan mistik kecil mikro kosmos yang dalam diri manusia disebut sebagai Chi yang dalam diri manusia juga menghasilkan aspek Yin dan Yang yang mengatur keseimbangan dan harmoni  tubuh. Chi juga ada dalam setiap benda alam (pantheisme dan animisme). Tugas manusia adalah menjaga keseimbangan Yin-Yang baik dalam alam maupun dalam diri manusia agar tetap berada dalam tertib kosmos yang sehat. Jadi Houngsui ini merupakan pola pikir orang Tionghoa di zaman dahulu yang sangat terbelakang sebab hidup mereka hanya tergantung dari alam. Mereka harus berusaha untuk mengolah dan memanfaatkan alam untuk kelangsungan hidupnya . Namun harus diakui tidak selamanya peristiwa alam dapat dimengerti oleh pikiran mereka. Misalnya kalau terjadi gempa bumi, mana mereka bisa mengerti penyebabnya? Atau kalau terjadi Tsunami atau kekeringan, mana mereka bisa mengerti penyebabnya. Akhirnya mereka berusaha mengatasi kekuatan alam yang merusak itu dnegan metode tertentu. Mereka memakai prinsiip TAO, dengan menyeimbangkan Yin dan Yang. Dan ini diaplikasikan dalam letak rumah, letak pintu. Sehingga ada banyak orang yang melakukan renovasi rumah yang tidak perlu atau renovasi besar-besaran karena ingin kaya atau karena takut dengan malapetaka. Rumah tidak boleh tusuk sate, rumah tidak boleh besar di depan dan mengecil di belakangnya. Letak pintu, jumlah anak tangga, cendela, tempat tidur ruang tamu, dapur dan tempat tidur harus diperhitungkan dengan keharmonisan alam. Strategi letak rumah yang mendatangkan hokky dan sejahtera tidak baik kalau di depan kantor polisi, menghadap rumah sakit, tidak boleh ada pohon besar dan tiang listrik di depan pintu rumah, hindari rumah di sebelah jalan layang dan menghadap jembatan “

Pokoknya semuanya dihitug agar Hong/Feng (angin) dan Sui (air ) itu selaras dan seimbang supaya mendatangkan keselamatan, rejeki, dan keharmonisan rumah tangga. Bagaimana mungkin angin dan air bisa mendatangkan rejeki? Angin dan air hanya mendatangkan rejeki bagi tukang tambal ban dan PDAM. Memang sih, angin dan air merupakan kebutuhan vital yang tidak boleh kurang. Ban mobil saja kalau kurang angin bisa kempes apalagi manusia, kalau kurang angin bisa “game over”. Kelebihan angin juga tidak baik, nanti kembung dan sering kentut. Demikian juga kalau kekurangan air akan cepat game juga. Hubungan angin dan kesehatan memang masuk akal, tetapi hubungan angin, air dengan rejeki, kaharmonisan rumah tangga sangat mengada-ada. Dan bukan hanya mengada-ngada, tetapi juga menjadi sebuah penyembahan kepada alam semesta, karena yang dipercaya memberi rejeki dan kemarmonisan dan mendatangkan malapetaka adalah alam semesta. Ini merupakan pelanggaran terhadap hukum pertama.

Pada zaman ini, Iblis tidak saja mencobai manusia dengan memakai kemenyan, memberi sesajen untuk mendapatkan kekayaan. Hal hal seperti itu pasti tidak akan dilakukan oleh orang kristen. Tetapi sekarang Iblis memakai Hongusi sebuah kebudayaan dna kepercayaan Tionghoa yang sudah sangat lama untuk mencobai orang orang kristen. Banyak orang kristen tidak sadar dan menggantungkan dirinya kepada hongsui-hongsui semacam itu. Mereka tidak menyadari bahwa dnegan melakukan nasehat-naeshat hingsui seperti itu, sebenarnya mereka sudah menembah kepada ciptaan, yakni angin dan air (Hong dan Sui). Padahal Alkitab mengatakan bahwa ciptaan Allah itu sungguh amat baik adanya (Kej 1:31). Semua hasil ciptaan itu sudah final dan manusia tinggal menikmatinya saja. Apalagi manusia diciptakan pada hari terakhir eketika semua ciptaan sudh selesai dan sempurna. Ayub juga mengakui bahwa kekayaannya berasal dari Tuhan dan bukan karena hongsui-hongsui.

Sumber hidup manusia barasal dari Sang Pencipta bukan ciptaan.   Alkitab dengan jelas menyatakan segala sesuatunya berasal dari Allah (Kej 1:1). Itulah standar Allah yang menempatkan diriNya sendiri di posisi teratas untuk selama-lamya, sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya (Roma 11:36).

Musa dalam tulisannya mengatakan supaya jangan engkau mengarahkan matamu ke langit, sehingga apabila engkau melihat matahari, bulan dan bintang, segenap tentara langit, engkau disesatkan untuk sujud menyembah dan beribadah kepada sekaliannya itu, yang justru diberikan TUHAN, Allahmu, kepada segala bangsa di seluruh kolong langit sebagai bagian mereka, (Ulangan 4:19). Kegagalan Raja ahab salah satunya adalah mengandalkan Hong Sui dengan menyembah dan mengagungkan perbintangan Ia mendirikan kembali bukit-bukit pengorbanan yang telah dimusnahkan oleh Hizkia, ayahnya; ia membangun mezbah-mezbah untuk Baal, membuat patung Asyera seperti yang dilakukan Ahab, raja Israel, dan sujud menyembah kepada segenap tentara langit dan beribadah kepadanya (2 RAJ 21:3 ). Memperhitungkan Hong sui supaya makmur bukan saja merupakan penyembahan kepada alam ini tetapi juga merupakan pemberontakan kepada Allah.   Ketika orang kristen percaya kepada hongsui maka manusia berarti menyembah bukan kepada Allah lagi melainkan kepada ciptaan,kepada alam. Ketika orang kristen masih percaya kepada hongsui, maka kita berarti tidak mengakui Tuhan sebagai sumber berkat. Cobalah evaluasi kembali hidupmu. Apakah ekonomimu maju pesat ketika sdr memakai Hongsui? Ataukah merosot? Sdr mesti bertobat dan minta ampun kepada Tuhan kalau dalam hatimu masih ada kepercayan-kepercayaan seperti itu. Dan perhatikanlah mereka yang memakai hongsui, di china, kenapa selama berabad-abad mereka tidak menjadi negara makmur? Baru beberapa tahun belakangan ini mereka mulai maju, sejak Mao Ste Tung berkuasa. Dan itu pun pernah mengalami kelaparan hebat tahun 1959 sehingga keluarga memakan anggota keluarganya yang baru meninggal. Bukan hongsui yang membuat seseorang kaya, makmur atau miskin. Kerajinan atau kemalasan yang membuat seseorang kaya atau miskin. Pro 10:4 Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya. Dan yang paling menentukan adalah Tuhanlah yang menjadikan kaya Pro 10:22 Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.1Sa 2:7 TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga.hati-hatilah dengan tradisi. Tradisi dapat membuat hidup kita tidak beres, menyimpang dari Tuhan.

Kedua, Tradisi dapat menggantikan Kitab Suci.

Hal kedua yang salah dengan tradisi adalah bahwa tradisi itu dapat menggantikan Kitab Suci. Lihat ayat 9-13:

Yesus berkata pula kepada mereka: "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. (10) Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. (11) Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban--yaitu persembahan kepada Allah--, (12) maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatupun untuk bapanya atau ibunya. (13) Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan."Mar 7:9-13

Demi melaksanakan tradisinya, maka hukum Allah dianggap tidak berlaku. 

Sebelum lagu lagu Hymn dinyanyikan dalam gereja, gereja memakai lagu lagu dari kitab mazmur dalam bahasa latin. Sehingga ketika lagu Hymn dipekenalkan, lagu humn tersebut dianggap sebagai lagu sekular dan tidak disukai. Misalnya lagu reformasi martin luther: Allah kita benteng kukuh". Lagu itu syairnya ditulis oleh martin luther tetapi nadanya sudah dipakai di bar-bar di jerman sambil minum-minum bir.

Sekarang, setelah 400 tahun berlalu, ketika ada gereja gereja yang memakai mazmur untuk dinyanyikan, banyak yang bereakasi dengan keras. Lagu lagu itu dianggap terlalu ringan dan tidak berisi seperti lagu Hymn. Apa yang terjadi disini? Budaya sudah menggeser firman Tuhan. Masakan Mazmur dianggap tidak berisi?

Tradisi dapat menggantikan kitab suci dan bahkan dapat membuat kita mengabaikan kitab suci. Mengapa orang-orang Tionghoa menyembunyikan sapu pada hari imlek ? Sejak malam Imlek sampai dua hari kemudian, orang Tionghoa tidak boleh menyapu rumah karena dianggap menyapu rezeki yang datang.Itu ada legendanya

Menurut legenda, pada jaman dahulu kala terdapat seorang pedagang bernama Ou Ming yang selalu berpergian menggunakan perahu untuk menjalankan usahanya.

Suatu hari Ou sedang naik perahu di Danau Pengze. Tiba-tiba badai menghadang, sehingga perahu terdampar pada sebuah pulau. Ditengah kebingungan karena perahu rusak berat dan tidak dapat dipakai untuk meneruskan perjalanan, datang seorang bernama Qing Hongjun, pemilik dari pulau tersebut.

Qing mengundang Ou ke kediamannya dan menjamu Ou dengan hangat. Sebagai kenang-kenangan atas kunjungan Ou, Qing berminat memberikan sebuah tanda mata. Ou dipersilahkan memilih barang yang disukainya dari begitu banyak barang permata yang ada di rumah Qing.

Pada saat seorang pelayan Qing menghidangkan teh bagi Ou, secara tidak sadar terucap bahwa Ru Yuan adalah harta yang paling berharga.

Ou mendengarkan hal itu dan berpikir siapakah Ru Yuan itu. Namun dia memastikan bahwa Ru Yuan sangat berharga.

Akhirnya Ou meminta Ru Yuan kepada Qing. Meskipun pada awalnya Qing ragu, namun akhirnya Ru Yuan diberikan kepada Ou. Ternyata Ru Yuan adalah seorang pembantu wanita di rumah Qing yang sangat cantik.

Qing lalu mempersiapkan perahu untuk Ou. Pada saat perpisahan, Qing memberikan satu peti permata kepada Ru Yuan. Melihat permata yang sangat banyak, timbul pikiran jahat pada Ou untuk memiliki permata tersebut bagi dirinya sendiri.

Setibanya di rumah, Ou melayani Ru Yuan sangat baik. Sehingga lama kelamaan Ru Yuan terlena dan memberikan kunci peti permata kepada Ou.

Begitu mendapatkan kunci peti permata, sifat Ou langsung berubah total. Ru Yuan diperlakukan secara buruk dan disuruh bekerja keras siang dan malam. Menghidangkan teh, memasak, mencuci pakaian, dan banyak lainnya.

Suatu hari pada hari pertama Perayaan Tahun Baru Imlek, Ou berpikir bahwa Ru Yuan terlalu malas, karena baru bangun pada saat ayam berkokok, sehingga memukuli Ru Yuan.

Tidak tahan, Ru Yuan lari. Ou tidak tinggal diam, dia mengejar.

Melihat sebuah sapu tersandar pada pohon, Ru Yuan memutuskan untuk menghilang kedalam sapu. Bersamaan dengan menghilangnya Ru Yuan, semua harta benda dan permata yang ada di rumah Ou turut terbang dan menghilang ke dalam sapu.

Ou hanya bisa terpaku menyaksikan semuanya. Melaratlah Ou sejak saat itu.

Sesudah itu, setelah membersihkan rumah untuk menyambut Tahun Baru Imlek, orang-orang menyembunyikan sapu, dan segala macam pembersih lainnya, untuk menghindari jangan sampai semua kekayaan dan kesejahteraan tersapu habis. Tradisi seperti ini banyak tertanam di hati nurani orang-orang kristen, karena sejak kecil diajarkan seperti itu. Sdr perlu memeprkuat diri sdr dengan kebenaran firman Tuhan, supaya jangan sampai tradisi itu menguasai hati sdr dan kepercayaanmu. Sekali lagi hidup kita, kemakmurn kita, kesejahteraan kita tidaklah bergantung kepada sapu dan menyapu. Jangan karena masalah sapu, lalu sdr mengabaikan kitab suci yang mengatakan: hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia. Alkitab mengajarkan kita agar berakar di dalam Kristus. Pemikiran kita, sikap kita dan tingkah laku kita seharusnya sudah dikuasai oleh firman Tuhan. Walaupun dalam diri kita masih ada tradisi-tardisi, namun kita mesti ingat satu hal, bahwa tradisi itu ada yang baik dan ada yang tidak baik. Jangan sampai tradisi menggeser firman Tuhan dalam hati kita

Ketiga, Tradisi dapat memutar balik kebenaran teologis.

Tradisi juga dapat memutar kebenaran teologis. Yesus membuat ini jelas dalam ayat 14 dan 15: Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. (15) Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya."

Orang Farisi sudah memutar balik kebenaran teologis. Kenajisan dianggap berasal dari luar, karena tidak cuci tangan, padahal kenajisan itu berasal dari dalam hati, karena dari situlah banyak terjadi pencemaran. Jadi pencemaran ekternal sangat diitonjolkan dan menghilangkan kecemaran internal.

Saya ingat, sebelum menikah, setiap kali Imlek, selalu dapat Angpao. Pada waktu SD, saya dapat angpao, langsung saya beli salak. Nyaris semua salak si penjual habis dibeli sama saya. Mama saya kaget luar biasa ketika saya pulang bawa salak yang demikian banyak. Setiap Imlek, selalu dapat angpao, sampai setelah menikah, enggak dapat lagi. Mengapa? Apa makna angpao?

Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Budi Santosa Tanuwibawa, Jumat (12/2/2010) kepadaKompas.com, mengatakan, angpao memiliki makna filosofi transfer kesejahteraan atau energi. "Transfer kesejahteraan dari orang mampu ke tidak mampu, dari orangtua ke anak-anak, dari anak-anak yang sudah menikah ke orangtua," ujarnya. Orang Tionghoa memang memiliki banyak simbol-simbol. Menurut saya, angpao memang mengandung makna hurufiah mentransfer kesejahteraab. Angpao yang isinya uang gede memang betul betul mentransfer kesejahteraan. Bayangkan, kalau saya lagi butuh uang dan dikasih angpao 1 juta. Angpao itu seperti air dipadang gurun. Saya akan punya kekuatan lagi menjalani hidup dengan angpao yang jumlahnya lumayan itu. Tetapi kalau angpaonya hanya 1000, maka itu belum bisa dikatakan transfer kesejahteraan. Itu hanya simbolis nya saja. Sebenarnya bukan yang dari luar yang bisa menjasikan kita. tetapi apa yang dari dalam. Kalau terima angpaonya tidaklah menjasikan, yang tidak boleh adalah filosofinya. Saya telah dikasih angpai oleh orang kaya, maka saya juga akan menjadi kaya. Jangan sampai tradisi memutar balik kebenaran teologis kita, yakni bahwa Tuhanlah pemberi segala karunia yang baik dan tujuan utama manusia bukanlah kekayaan melainkan mempermuliakan Tuhan.

Pada waktu tahun baru Imlek, biasanya dinyalan lilin atau lampion, warga Tionghoa berharap agar dalam satu tahun ke depan, hidup mereka menjadi terang seperti lilin. Mereka juga makan Kue lapis yang merupakan simbol keinginan agar di tahun mendatang, rejeki melimpah dan berlapis-lapis. Bunga sedap malam dihadirkan sebagai tekad untuk terus berlaku baik dan harum, seharum bunga sedap malam.  Semua itu merupakan simbol-simbol. Kita Juga pada malam natal memakai lilin sebagai simbol bahwa kita akan menajdi terang di dunia ini. Orang Tionghoa juga memakai baju merah dan warna merah itu ada dimana-mana pada waktu Imlek. Apa makna di balik warna ini? Peneliti dan Budayawan Tionghoa, David Kwa menjelaskan, warna merah bermakna kebahagiaan. Nah, memasuki tahun baru ini, diharapkan segala kesedihan dan 'kegelapan' akan sirna dan berganti dengan kebahagiaan."Merah itu warna bahagia, juga unsur dari 'yang'. Warna merah juga warna panas, warna matahari, api. Jadi, diharapkan pada tahun baru ini, ada suasana kebahagiaan dan suasana yang negatif pergi," ungkap David, Kamis (7/2).

Semua itu tidak akan membuat kita berdosa asalkan tidak menjadi filosofi hidup kita. Jadi bukan lilin yang membuat kita menandi terang, bukan sedap malam yang membuat kita berlaku harum , juga bukan kue lapis yang membuat rejeki berlapis-lapis, juga bukan karena warna merahnya, Tetapi Tuhanlah yang membuat kita seperti itu. Ketika benda-benda itu ada, no problem. Ketika tidak ada, jangan dicari dan kemudian hati tidak tenang pada waktu enggak ada benda-benda itu. Kalau hati sudah tidak tenang karena di tahun baru tidak ada lampion, tidak ada dodol, tidak ada kue lapis dan tidak ada bunga sedap malam, maka itu artinya saudara sudah dipegaruhi oleh filosofi Tao atau Kong Fu Cu. Jadi Tradisi jangan sampai menggeser pemahaman Teologis nya kita.

Tidak ada komentar: