Selasa, 02 Februari 2010

Mengabaikan Allah (Yakobus 4:13-15)

oleh Pdt. Yohannis Trisfant, MTh

Sebelum kapal Titanic tenggelam, ada sebuah kapal mewah yang lain yang hilang di perairan . Pada tahun 1909, sebuah kapal pesiar raksasa yang sama mewahnya dengan Titanic yakni Waratah berpenumpang 210 orang dan memuat barang seberat 6.500 ton, secara misterius hilang di tengah lautan luas. Kapal pesiar Waratah merupakan kapal yang paling besar dan mewah waktu itu, dan disebut sebagai kapal yang “anti tenggelam sepanjang masa”. Perlengkapannya sangat mewah, di bagian kabin, lebih megah daripada kapal Titanic, dan setara dengan hotel Ritz di Swiss saat ini yang tergolong supermegah.

Teknik pembuatan dan teknologinya dapat dinilai nomor satu di dunia. Pelayaran perdananya sangat lancar, dan dengan cepat menimbulkan kegemparan di dunia, sejumlah besar orang ternama dan kaum ningrat semuanya merasa bangga mengadakan perjalanan dengan menumpangi sebuah kapal pesiar yang demikian besar ini. Tetapi kapal yang sangat besar itu, hilang di tengah lautan. Kapal Waratah tidak dilengkapi dengan komunikasi radio dan instalasi telegram, karenanya setelah bertolak dari Durban, ia tidak mempunyai hubungan komunikasi lagi dengan daratan, juga tidak mengirimkan sinyal pertolongan apa pun.

Ahli pencari dan penyelamat bencana laut berpendapat, bahwa kapal uap itu telah tenggelam di lautan luas. Namun, sebab-sebab insiden tersebut malah simpang siur dan membingungkan. Sejumlah ahli menganggap, bahwa desain atau rancangan kapal bermasalah, bagian geladak kapal terlampau berat, sehingga mengakibatkan insiden tenggelamnya kapal. Selain itu, sejumlah ahli lainnya menganggap, bahwa kapal itu ditarik ke dalam sebuah pusaran yang misterius di tengah samudera, dan itu adalah suatu yang tidak bisa dilawan oleh kekuatan manusia.

Kapal yang anti tenggelam ini ternyata tenggelam juga tanpa diketahui penyebabnya.

Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1912, terjadi insiden kapal Titanic. Kapal ini juga dikatakan sangat canggih teknologinya dan tidak mungkin tenggelam dan kalaupun tenggelam, pasti akan mengambil masa dua hari. Kesombongan ini terjawab pada April 1912. Saat pelayaran pertamanya, kapal ini menabrak karang es dan tenggelam hanya dalam tempo kurang dari tiga jam berikut 1.500 penumpangnya.

Kesombongan menutup mata manusia terhadap realitas, sehingga kita tidak dapat melihat ketidakwajaran dalam tindakan-tindakan kita. seringkali orang-orang kristen membuat rencana dan berbicara seolah-olah mereka adalah tuan atas hidupnya dan Allah itu tidak ada. ini tentu merupakan sebuah kebodohan dan kesombongan. Kalimat-kalimat yang angkuh dan mengabaikan Allah yang diucapkan tentang kapal Waratah dan Titanic, juga seringkali dilakukan oleh orang-orang kristen.

Yakobus seringkali mendengarkan kalimat-kalimat yang angkuh tersebut. Disini dia hendak menunjukkan kepada pembaca suratnya bahwa gaya hidup yang seperti itu, adalah hidup yang sia-sia dan merupakan praktek ateisme. Dan ternyata gaya hidup yang seperti itu dilakukan oleh orang-orang kristen.

Surat Yakobus ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi kristen yang berada di perantauan. Dia menulis surat, bukan kepada yang Non kristen.

Jadi dosa kesombongan atau dosa mengabaikan Allah dalam bagian ini dilakukan oleh orang kristen.

Jas 4:13 Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung",

di ayat 13 ini, Yakobus memberikan sebuah contoh mengenai orang kristen yang melakukan rencananya dan bekerja tanpa memikirkan mengenai Allah. Dengan mengabaikan Allah, maka mereka menunjukkan kangkuhan . Orang kristen seringkali diserang oleh dosa seperti ini, yakni tidak mau datang kepada Allah dalam doa untuk menyerahkan segala rencana-rencananya.

Dalam ayat ini Yakobus memberikan contoh mengenai para bisnisman. Para bisnisman ini mengatakan bahwa hari ini atau besok kami akan berangkat ke kota anu dan disana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung. Apakah salah kalau bisnisman ini pergi ke sebuah kota..... lalu tinggal disana untuk jangka waktu tertentu lalu berdagang dan mendapatkan keun tungan? tentu saja, hal ini tidaklah salah. Kita tidak bisa menyalahkan seseorang yang berdagang, karena ini merupakan bagian daripada hidup.

Tuhan Yesus juga pernah mengatakan seperti ini dalam Mat 24:38 Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera,

Pada waktu orang-orang pada zaman Nuh makan, minum, kawin mengawinkan, sebenarnya hal itu juga tidaklah salah. Manusia butuh makan, manusia butuh minum dan manusia juga ingin menikah. Tidak ada yang salah dengan makan, minum, pesta kawin. Bukan itu point utamanya. Point utamanya adalah bahwa orang-orang pada zaman Nuh menganggap diri mereka bisa hidup tanpa Allah. Allah tidak memiliki tempat dalam kehidupan mereka. Orang-orang pada zaman itu hidup seolah-olah Allah itu tidak ada. Hal seperti inilah yang juga terjadi dalam kehidupan orang-orang kristen yang menerima surat Yakobus ini . Para pedagang itu tidaklah salah ketika mereka pergi keluar kota dan kemudian berdagang. Yang salah adalah mereka lakukan itu seolah-olah tidak ada Allah. Mereka tidak menyerahkan rencana mereka kepada Allah. Seolah-olah mereka bisa memprediksi apa yang akan terjadi di depan. Seolah-olah hidup mereka tidak akan berakhir.

Jadi Yakobus tidaklah mengharamkan pekerjaan berdagang. Yakobus juga tidaklah menuliskan mengenai etika membeli dan menjual. Hal yang dipersoalkan oleh Yakobus adalah para pedagang mengabaikan Allah. Bagi mereka, uang itu lebih penting daripada melayani Allah. Mereka membuat rencana untuk masa depan tanpa mencari kehendak Allah. Mereka hidup seperti pria kaya yang bodoh dalam perumpamaan Tuhan Yesus (Luk 12:16-21) yang mengatakan:” Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. (19) Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! (20) Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?

Mereka semua gagal menyadari bahwa mereka tidak dapat menambah hidup mereka satu menit pun. mereka sehaursnya bergantung sepenuhnya kepada Allah. Mereka terlalu angkuh dan menganggap diri hebat dan menguasai hari depan dan mampu menghasilkan keuntungan. Padahal besok pun mereka tidak tahu akan terjadi apa. Besok mereka bisa mati. Karena hidup manusia itu seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap Yak 4:14

Para pedagang ini tidaklah mencari apa arti hidup mereka. Mereka hanya mencari uang, uang dan keuntungan. Mereka lupa bahwa hidup mereka bukan untuk uang. Mereka tidak mengingat yang dituliskan dalam kitab pengkotbah 12:13: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Tujuan hidup mereka seharusnya adalah memuliakan Allah dan menikmati Allah selamanya. Mereka hanya memikirkan bisnis dari hari ke sehari dan tidak memikirkan makna hidup mereka. Bahkan bukan hanya makna yang tidak terpikirkan, mereka pun juga tidak memikirkan berapa lama sih hidup saya ini. Mereka betul betul mengabaikan nasehat Salomo yang mengatakan :” Pro 27:1 Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu.

Jadi mereka membicarakan rencana-rencana hari esok, seolah-olah ada sebuah kepastian. Namun masalahnya adalah mereka tidak dapat mengontrol hari esok itu. Mereka menjalani hidup tetapi gagal mengerti maknanya dan tidak menyadari bahwa hidup mereka itu ada akhirnya.

Yakobus membandingkan hidup manusia itu seperti uap yang sebentar saja ada, tetapi kemudian lenyap. Hidup manusia lemah dan tidak bisa tahan lama. Musa yang hidup 120 tahun menuliskan:” Psa 90:10 Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.

Lalu bagaimankah seharusnya sikap orang-orang kristen ? Yak 4:15 menuliskan:” Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."

Yakobus mengajarkan bahwa Allah itu berdaulat dalam hidup kita. Di dalam seluruh perencanakan dan tindakan dan prestasi, kita harus mengakui Allah.

Kata-kata jika Tuhan menghendaki adalah kata-kata yang umum dipakai dalam beberapa budaya dan agama. Akibatnya kata-kata ini bisa kehilangan maknanya karena saking seringnya diucapkan. Tetapi mengapa Yakobus memberitahukan kepada pembacanya akan formula ini? Dia menunjukkan kepada mereka bahwa hidup mereka ada ditangan Tuhan yang berdaulat dan bahwa mereka seharusnya mengakui Allah di dalam seluruh rencana mereka. Dia tidaklah memebritahukan kepada mereka kapan dan bagaimana memakai kalimat, “jika Tuhan menghendaki”.

Hal yang mengejutkan dari kata : jika Tuhan menghendaki” ini adalah kata ini tidak muncul di dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Baru, kata ini dipakai oleh Paulus. Misalnya ketika Paulsu akan meninggalkan Efesus, dia berkata:” Act 18:21 Ia minta diri dan berkata: "Aku akan kembali kepada kamu, jika Allah menghendakinya." Lalu bertolaklah ia dari Efesus.

Demikian juga pada saat Paulus memberitahukan kepada jemaat Korintus, dia berkata: 1Co 4:19 Tetapi aku akan segera datang kepadamu, kalau Tuhan menghendakinya. Maka aku akan tahu, bukan tentang perkataan orang-orang yang sombong itu, tetapi tentang kekuatan mereka.

Kata ini kembali dia pakai ketika dia berjanji kepada orang-orang kristen di Korintus untuk memakai waktu bersama-sama dengan mereka jika Tuhan menghendaki. 1Co 16:7 Sebab sekarang aku tidak mau melihat kamu hanya sepintas lalu saja. Aku harap dapat tinggal agak lama dengan kamu, jika diperkenankan Tuhan.

Perjanjian Baru tidak memberikan sebuah indikasi bahwa rasul rasul memiliki sebuah rumusan: jika Tuhan menghendaki yang selalu dipakai” Bahkan dalam kisah rasul, kata-kata itu tidak pernah dipakai sebagai sebuah formula khusus. Ini artinya, bahwa kita tidak harus memakai kata-kata ini secara hurufiah seperti yang dilakukan oleh agama tertentu. Maksud Yakobus bukanlah mengatakan kata-kata itu setiap kali kita mau melakukan sesuatu. misalnya ada yang mengundang kita ke pesta, lalu kita selalu mengatakan:” jika Tuhan menghendaki saya akan datang” atau kita diajak ikut Persekutuan doa jumat oleh teman dna kita menjawab:’ jika Tuhan menghendaki saya akan datang. Enggak, bukan seperti itu maksudnya. Tidak setiap hal atau rencana kita harus mengatakan kalimat: jika Tuhan menghendaki. Kalau sdr mau mengatakan kalimat itu, setiap kali menjawab undangan orang juga enggak apa-apa. Hanya jangan menjadikan kalimat: jika Tuhan menghendaki: menjadi sebuah formalitas berbahasa saja. Apa gunanya formalitas bahasa kalau hatinya tidak mengamini kalimat itu. Apa artinya mengucapkan:jika Tuhan menghendaki” padahal kita mengabaikan Tuhan dalam rencana dan pekerjaan kita bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada bagian dalam hidup kita yang terpisah dari Allah yang hidup. Inilah yang kita harus sadari, baik itu diucapkan maupun tidak diucapkan. Karena di dalam Dialah kita hidup, kita bergerak. Dan inilah sukacita kristen kalau kita selalu menyadari dan mengakui kehadiran Tuhan dalam hidup kita.

Tidak ada komentar: