Pdt. Johannis Trisfant
Mat 5:43-48 Kamu telah
mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. (44) Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah
musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (45) Karena dengan demikianlah kamu menjadi
anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat
dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang
tidak benar. (46) Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi
kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? (47) Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada
saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain?
Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian? (48) Karena itu haruslah kamu sempurna, sama
seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."
C.G Montefiore, seorang sarjana Yahudi menyebut perikop
ini sebagai bagian yang sentral dan
paling terkenal dari seluruh kotbah di bukit.
Bagian ini penuh dengan etika kristiani yang praktis. Orang yang sangat
jarang ke gereja pun tahu akan kebenaran-kebenaran ini dan mereka sering
mempermalukan orang kristen yang rajin ke gereja tetapi tidak memiliki kasih
Istilah
”kamu telah mendengar firman”
mungkin lebih baik diterjemahkan dengan: ”kamu telah mendengar tradisi.” Hal yang ditentang oleh Tuhan Yesus
bukanlah Alkitab atau firman Allah melainkan tradisi atau perintah-perintah
lisan yang diberikan kepada “nenek moyang”. Perintah-perintah itu diajarkan oleh ahli-ahli Taurat di sinagoge-sinagoge.
Apakah yang diajarkan oleh para rabi dalam tradisi
tradisi mereka? Mereka mengajarkan:” kasihilah sesamamu manusia dan bencilah
musuhmu. (5:43). Ini merupakan pemerkosaan hukum yang tiada taranya. Mereka
telah menyelewengkan firman Allah yang tertulis dalam Imamat 19:18.
Imamat 19:18 berbunyi seperti ini Janganlah engkau menuntut
balas, dan janganlah menaruh dendam
terhadap orang-orang sebangsamu,
melainkan kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.
Para rabi ini menafsirkan bahwa yang dilarang
dalam Im 19:18 adalah jangan menuntut balas dan menaruh dendam terhadap
orang-orang sebangsa. Menurut mereka hukum itu tidak menyatakan apa-apa
mengenai musuh atau orang-orang asing. Jadi saya boleh membenci musuh saya. Sedangkan
mengasihi sesama adalah mengasihi keluarga, teman-teman sebangsa.
Itulah sebabnya, perintah dalam Imamat 19:18
mereka tafsirkan: kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu. Mereka mengabaikan
perintah dalam Im 19:34
Orang
asing yang tinggal padamu harus sama bagimu seperti orang Israel asli dari
antaramu, kasihilah dia seperti dirimu sendiri, karena kamu juga orang asing
dahulu di tanah Mesir; Akulah TUHAN, Allahmu.
Dan mereka juga tidak mau memperhatikan bahwa ada
perintah lain yang mengatur hubungan dengan musuh, misalnya:”
Ams 25:21
Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga,
berilah dia minum air.
Tuhan Yesus menentang tradisi-tradisi yang
telah menyelewengkan firman Tuhan.
Tuhan mengatakan:” Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Kasihilan musuhmu seharusnya terungkap dalam perbuatan-perbuatan kita,
dalam ucapan-ucapan kita dan dalam doa-doa kita.
- Kasih yang sejati,
termasuk kepada musuh bukan hanya sebuah perasaan saja, melainkan
memberikan sesuatu, pertolongan bahkan pengorbanan kepada musuh kita.
- Dostoyevsky, seorang pengarang
besar Rusia mengatakan:” kasih dalam kenyataan
itu lebih dahsyat daripada kasih dalam khayalan.”
- Kalau musuh kita berusaha merugikan diri kita dan bahkan berniat
mencelakakan diri kita, maka itu artinya saya harus berusaha supaya musuh
saya itu jangan sampai mengalami kerugian ataupun kecelakaan.
- Etika
kristen ini diajarkan Tuhan Yesus kepada kita, bukanlah hal yang berada
di awan-awan.
- Sebabnya
adalah kita sendiri sudah mengalami hal yang serupa itu dari Tuhan Yesus.
- Ketika
kita masih seteru, Tuhan Yesus mati untuk mendamaikan diri kita dengan
Allah. (Rom 5:10).
- Tuhan
Yesus telah memberikan kepada kita kebaikan, walaupun kita berbuat jahat
kepadaNya.
- Jika Ia
mengorbankan diriNya bagi musuh-musuhNya, demikian juga kita harus
mengorbankan diri kita bagi musuh-musuh kita.
- Mengasihi musuh bukan hanya melalui
perbuatan, tetapi juga melalui kata-kata.
- Bila musuh kita menyumpahi kita supaya celaka, maka kita harus membalasnya
dengan mengatakan ”semoga Allah menurunkan berkat dari Sorga untuknya.”
- Bagi pedagang, kita mungkin
seringkali disumpahi oleh orang yang jengkal dengan kita.
- Mungkin dia mengatakan:’ mudah-mudahan suatu hari kamu bangkrut, atau
mudah-mudahan tokomu terbakar.
- Jangan membalas, dengan kata-kata kutukan:” mudah-mudahan, kamunya
yang terbakar. Tetapi balaslah dengan mengatakan:” mudah-mudahan tokomu
laris dan kiranya Tuhan memberkati mu.
- Saya yakin suasana hati saudara akan berbeda jikalau membalas kutukan
dnegan berkat.
- 1Pe 3:9 dan janganlah membalas
kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi
sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu
dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat
- Kata-kata berkat untuk
musuh saudara bukan hanya diucapkan kepadanya, melainkan ucapkanlah itu
juga kepada Allah.
- Dengan kata lain:” DOAKANLAH MUSUHMU. Dalam Ayat 44 dituliskan,
berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
- Chrysostomus: ”kewajiban untuk berdoa bagi musuh-musuh kita sebagai
puncak pengendalian diri kita yang tertinggi”.
- Doa untuk musuh merupakan puncak kasih yang tertinggi.
- Bonhoefer:”
inilah perintah yang tertinggi.”.
- Melalui doa kita menemui musuh kita, berdiri disampingnya dan memohon
berkat untuknya kepada Allah.
- Melalui doa kasih kita kepada musuh yang kita benci dapat
ditingkatkan.
- Memang sulit bagi kita berdoa bagi musuh kita jikalau kita tidak
mengasihinya. Namun jika kita memaksakan diri untuk mulai berdoa bagi
musuh kita, maka doa itu akan meningkatkan kasih kita kepadanya.
- Jikalau saudara terus berdoa untuk musuh saudara, maka saudara pasti
akan melihat bahwa akhirnya saudara bisa mengasihinya.
- Kita harus mulai berdoa bagi musuh kita, walaupun saudara belum bisa
mengasihinya.
- Jika sdr melakukan ini, maka sdr akan mengalami terobosan kasih.
- Kasih itu akan muncul, mungkin mula-mula seperti hujan. Awalnya hanya
rintik-rintik, tetapi lama-kelamaan akan menjadi hujan kasih yang deras.
Mengasihi musuh berbeda dengan mengasihi keluarga,
atau pacar, atau teman dekat.
Kasih kita kepada keluarga, teman, atau pacar
datang dengan sendirinya. Kita tidak perlu mengusahakan kasih itu. Itu muncul
dari hati. Tetapi mengasihi musuh tidak bisa timbul sendiri dari hati.
Kasih kepada musuh harus diusahakan. Kasih kepada
musuh adalah hasil daripada kehendak, bukan hasil daripada perasaan. Kasih
kepada muush bukanlah sesuatu yang alamiah akan muncul. Karena tidak mungkin
kita akan secara alamiah mengasihi musuh. Kasih kepada musuh kita lakukan
dengan kesengajaan.
Kita mesti membedakan antara mengasihi dan
menyukai seseorang. Kita menyukai atau menyayangi beberapa orang dan tidak
memiliki perasaan yang sama terhadap orang lain.
Penting untuk kita ketahui bahwa rasa suka yang
alamiah ini bukanlah dosa ataupun suatu kebajikan.
- Sama halnya, misalnya, saudara menyukai jengkol, tetapi saya tidak
suka. Apakah saya berdosa karena tidak suka
jengkol? Tentunya tidak.
- Atau misalnya, saya menyukai steak, dan saudara tidak suka steak.
Apakah saudara berdosa karena tidak menyukai steak? Tentunya juga tidak.
- Rasa suka atau tidak suka bukan dosa, itu merupakan sebuah fakta.
- Memang apa yang selanjutnya kita lakukan dengan perasaan itu bisa
menjadi dosa atau kebajikan. Misalnya sdr tidak
suka dengan orang itu, kemudian sdr berharap dia celaka, dia stroke, dia
mati. Nah ini yang menjadi dosa.
- Yang jelas, kita tidak mungkin memaksakan diri kita menyukai jengkol
yang kita tidak suka.
Sama halnya bagaimana mungkin saya bisa memaksakan
diri menyukai orang itu, padahal kenyataannya dia tidak menyenangkan. Bagaimana
mungkin, saya menganggap orang itu tidak terlalu jahat, padahal dia memang
sangat jahat.
Mengasihi tidak berarti saya harus menyukainya.
Bagaimana mungkin, saya mengatakan, dia orang yang sangat menyenangkan, padahal
kenyataannya tidak menyenangkan dan saya tidak suka dengan caranya, gayanya,
omongannya, perbuatannya.
Namun walaupun saya tidak suka dengannya, saya
tetap bisa mengasihinya. Kita mengasihi orangnya dan tidak menyukai
perbuatannya. Kita bisa mengasihinya dengan cara mengharapkan yang baik
untuknya., berharap bahwa dia tidaklah terus menerus jahat, berharap agar dia
bisa berubah, berharap agar dia diberkati oleh Tuhan.
Itulah yang dimaksud oleh Alkitab dengan mengasihi
sesamamu, mengasihi musuhmu, yakni mengharapkan yang baik untuknya.
Mengasihi musuh atau sesama bukan dengan cara
mengatakan bahwa orang itu menyenangkan padahal kenyataannya tidak
menyenangkan.
- Tetapi mengasihi berarti mendoakan dirinya. Inilah yang dilakukan oleh
Tuhan Yesus ketika berada di atas kayu salib, mendoakan orang-orang yang
tidak menyenangkan, yang penuh dengan kebencian, yang penuh dengan dosa.
- Mengasihi berarti mengharapkan hal-hal yang baik dialami oleh sesama
kita bahkan musuh kita.
Hal ini juga diajarkan dalam
Perjanjian Lama.
”Apabila engkau melihat lembu musuhmu atau keledainya yang sesat, maka
segeralah kaukembalikan binatang itu. Apabila engkau melihat rebah keledai
musuhmu karena berat bebannya, maka janganlah engkau enggan menolongnya.
Haruslah engkau rela menolong dia dengan membongkar muatan keledainya. Kel 23:4,5.”
Tuhan Yesus juga mengajarkan
mengenai hal ini dalam kotbah di bukit
”Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata
kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah
bagi mereka yang menganiaya kamu. Mat 5:43,44 .
Dan di dalam Injil Luk 6:27 Tuhan Yesus berkata:” Tetapi
kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci
kamu;
demikian juga dalam Luk 6:35 Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan
dengan tidak mengharapkan balasan.
Seperti inilah mengasihi musuh. Walaupun saudara
tidak suka dengannya,. Saudara harus
melakukan kebaikan untuknya.
Saudara
tidak perlu menunggu sampai rasa suka itu timbul untuk melakukan
kebaikan. Mengasihi itu bukan soal perasaan suka atau tidak suka. Mengasihi
adalah masalah kehendak. Lakukan perbuatan baik untuk musuhmu, doakan dirinya.
Itulah kasih. Rasa suka akan timbul dikemudian
hari, setelah kita berulang-ulang melakukan kebaikan kepada orang yang kita
tidak sukai.
Selama kita hidup dengan prinsip-prinsip dunia
kita tidak akan bisa mengasihi musuh kita dengan perbuatan, perkataan dan
doa. Dunia ini hanya mengajar kita untuk
mengabaikan musuh kita, dan membalas
dendam terhadap musuh kita. Hanya
kerajaan Allah yang dapat memberikan kepada kita motivasi yang kuat untuk
mengasihi musuh.
Ketika kita
mengasihi musuh, maka itu membuktikan bahwa diri kita adalah anak Allah.
Matius 5:45 Karena dengan demikianlah kamu menjadi
anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat
dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang
tidak benar.
Bapa Sorgawi baik kepada semua orang. Kasih ilahi
yang umum diberikan kepada semua orang, sama rata, baik itu untuk orang jahat
maupun bagi orang benar.
Matahari tidaklah bersinar secara alamiah, tetapi
Allah lah yang membuatnya terbit setiap pagi. Matahari bersinar ataupun hujan
turun merupakan kehendak Bapa.
Bapa surgawi menerbitkan matahariNya untuk
menyinari orang yang baik dan yang jahat. Dia juga menurunkan hujannya untuk
orang yang benar dan yang tidak benar.
Rabbi Yoshua bin Nehemia, sering bertanya seperti
ini: ”Pernahkah engkau melihat hujan yang
hanya jatuh pada ladang orang baik dan tidak pada ladang orang jahat? Pernahkah
engkau melihat matahari hanya bersinar pada bangsa Israel, yang benar dan
tidak, pada bangsa lain yang tidak benar?
Allah menyinarkan matahariNya, baik kepada bangsa Israel maupun kepada
bangsa-bangsa lain, karena Allah itu baik kepada semua orang dan bangsa.
Banyak guru Yahudi sangat tersentuh dengan
kebaikan Allah yang tidak membeda-bedakan orang jahat dan orang baik.
Ada sebuah cerita dikalangan para rabi Yahudi,
mengenai hancurnya tentara Mesir di laut Teberau.
- Ketika itu, bangsa
Mesir mengejar bangsa Israel dan kemudian Allah menenggelamkan bangsa
Mesir, sedangkan bangsa Israel diselematkan oleh Allah.
- Setelah bangsa Mesir
itu tenggelam, lalu para malaikat pun menyanyikan nyanyian kemenangan.
- Namun setelah Allah
mendengarkan nyanyian para malaikat itu, Tuhan bukannya senang.
- Malahan
dengan sedih Tuhan mengatakan :”
Hasil kerja tanganKu tenggelam di laut, namun engkau menyanyi dengan
sukacita dihadapanKu.
Begitu besar kasih Allah
kepada ciptaanNya, sehingga Dia tidak pernah merasa senang kalau ada ciptaan
tanganNya yang mengalami kehancuran. Seperti inilah kasih Allah itu.
Di dalam Dia ada kebajikan
bagi semua orang, termasuk bagi orang-orang jahat.
Kita harus memiliki kasih yang seperti
itu. Itu menjadi sebuah bukti bahwa kita adalah anak-anak Bapa yang di sorga.
Kita harus rajin melakukan kasih yang
seperti ini.
Bukan supaya kita menjadi anak Allah,
tetapi karena diri kita adalah anggota kerajaan Allah, sehingga sangat penting
buat kita melakukan kasih Bapa yang aktif.
Kita harus mengasihi seperti Allah, bukan seperti manusia karena kita
adalah anak Allah.
Manusia hanya mengasihi orang yang mengasihi dirinya. Jika kita mengasihi
seperti manusia maka kita sama saja dengan orang-orang yang tidak mengenal
Allah. Matius 5:46 menuliskan,
(46) Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu,
apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?
(47) Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada
saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain?
Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?
Saudara perhatikan, bahwa pemungut cukai juga bisa
mengasihi. Dan orang yang tidak mengenal Allah juga
bisa memberi salam hangat.
Namun mereka hanya mengasihi dan memberi salam kepada orang-orang
yang mengasihi diri mereka atau yang menjadi saudara mereka.
Tidak ada yang hebat dengan kasih mereka.
Pemungut cukai hanya bisa mengasihi orang yang rajin membayar pajak.
Tetapi mereka yang menghindar
dari pajak, akan dibenci oleh mereka.
Orang-orang yang tidak mengenal Allah bisa memberi
salam hangat kepada papa, mama, adik, kakak, atau terman-teman akrab mereka.
Tetapi mereka tidak akan memberikan salam hangat, bahkan tidak akan menoleh
kepada orang yang telah menyakiti hati mereka.
Seperti inikah yang saudara lakukan? Jikalau kita
seperti ini, maka Tuhan Yesus memberikan pertanyaan di dalam ayat 47: ”apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain?”
Apakah bedanya kita sebagai anak-anak Allah dengan mereka yang tidak mengenal
Allah.
Tidak cukup kalau orang kristen hanya menyerupai
orang-orang bukan kristen. Kita dipanggil untuk melampaui mereka dalam hal
kebajikan.
Hidup keagamaan kita harus lebih benar dari
orang-orang Farisi dan kasih kita harus lebih besar dari orang-orang yang tidak
mengenal Allah.
Bonhoefer mengatakan : ”yang membuat orang kristen berbeda dari manusia-manusia biasa adalah
kekhususannya, lain dari yang lain, yang luar biasa, yang melebihi, yang
melampaui.
Kita bukanlah manusia biasa. Orang non kristen
hidup dalam kewajaran, yakni mengasihi orang yang mengasihi mereka. Sedangkan
orang kristen hidup melampui kewajaran, yakni mengasihi musuh. Ini merupakan
tabiat ilahi.
Alfred Plummer mengatakan:
”membalas
kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis, membalas kebaikan dengan
kebaikan adalah tabiat manusiawi, membalas kejahatan dengan kebaikan adalah
tabiat ilahi.
Dunia ini adalah dunia yang suka membalas. Tabiat
Non Kristen adalah tabiat membalas.
”Kalau kamu
jahat kepada saya, maka saya juga akan membalasnya dengan kejahatan.
Sebaliknya, kalau kamu baik kepada saya, saya juga akan membalasnya dengan
kebaikan.”
Jadi balas dendam dan balas budi adalah tabiat duniawi. Akan tetapi tabiat ini tidak berlaku dalam
kerajaan Allah.
Tabiat seperti itu adalah perilaku orang-orang
berdosa, perilaku orang-orang kafir dan pemungut cukai.
Tetapi kita mesti lebih dari itu. Kita bukan hanya
memberikan pipi kiri kita untuk ditampar, melainkan juga berusaha mengasihi
orang yang telah menampar diri kita.
รจ Inilah lebihnya kasih kristen.
Kasih kita tidaklah ditentukan oleh kecantikan
ataupun daya tarik obyeknya. Saudara mengasihi secara aktif, bukan menunggu
untuk dikasihi. Kasih kita tidaklah hanya ditujukan kepada mereka yang dapat
membalas kasih kita. Kasih kita diberikan dengan sebuah pemahaman bahwa Allah
telah terlebih dahulu mengasihi kita.
Kemudian Tuhan
Yesus menutup ajarannya tentang kasih ini dengan mengatakan :’
Karena itu
haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah
sempurna."
Tuhan Yesus hendak mengajarkan bahwa umat Allah
harus menyontoh Allah dan bukan menyontoh manusia.
Konsep bahwa umat Allah harus menyontoh Allah
bukanlah konsep yang baru.
- Di dalam PL, secara khusus
dalam kitab Imamat, lebih kurang terdapat lima kali perintah seperti ini:”
Akulah Tuhan Allahmu, haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus. ( Im 11:44,45;
19:2; 20:7,26 ).
- Namun disini dalam Perjanjian Baru ini, Kristus memanggil kita bukan
untuk kudus, melainkan untuk menjadi sempurna.
Maksud Tuhan Yesus memanggil kita untuk sempurna,
sama seperti Bapa yang di sorga adalah sempurna, bukan berarti bahwa kita
dituntut untuk hidup kudus tanpa dosa.
- Alasannya adalah kita masih membutuhkan doa Bapa Kami yang berbunyi,
Ampunilah kami akan kesalahan kami. Kita masih
bisa saja berbuat dosa.
Maksud Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita harus sempurna, adalah
sebuah kesempurnaan yang berkaitan dengan kasih. Karena konteks ayat ini
berbicara mengenai kasih.
- Hendaklah kamu
sempurna di dalam kasih seperti Bapa, yang mengasihi semua orang.
Kata Yunani untuk sempurna adalah teleios.
- Binatang yang dianggap cocok untuk korban bagi Allah, yaitu binatang
yang tanpa cacat dan cela disebut teleios.
- Orang yang telah mencapai kedewasaannya secara penuh disebut teleios,
artinya orang itu tidak lagi muda atau setengah dewasa.
- Contohnya saya: sudah tidak muda lagi, tetapi sudah dewasa. Ini disebut teleios (sempurna).
- Seorang mahasiswa
yang telah mencapai tarap pengetahuan yang matang mengenai bidang
studinya, disebut teleios; artinya ia bukanlah mahasiswa pemulaan yang
sama sekali belum memiliki pemahaman sama sekali tentang hal tersebut.
- Mahasiswa yang
teleios (matang), bukan mahasiswa tahun pertama atau tahun kedua, tetapi
mahasiswa yang sudah berada di tingkat akhir. Sudah berada di tahun ke
empat.
- Kalau mahasiswa
yang sudah 8 tahun di kampusnya tidak lulus, lulus bukan matang, tetapi
sudah busuk.
Dengan kata lain, bagi orang Yunani, kesempurnaan
adalah keberfungsian.
Sesuatu disebut sempurna kalau sesuatu itu
sepenuhnya berfungsi sesuai dengan tujuan yang terkandung di dalam rencana,
pola dan pembuatannya.
Sesuatu disebut teleios , kalau sesuatu itu
sepenuhnya berfungsi sesuai dengan tujuannya yang asli.
- Misalnya, suatu hari, di rumah kita ada skrup yang kendor dan kita
ingin mengencangkannya.
- Kita lalu mencari obeng, tetapi obengnya hilang.
- Lalu kemudian kita pergi membeli obeng.
- Kita membeli obeng yang kira-kira cocok dengan skrup yang akan
dikencangkan.
- Setelah sampai di rumah, kita mengenakan obeng tadi ke skrup tadi dan
ternyata cocok dan pas, sehingga skrupnya kokoh kembali.
- Nah.......obeng tadi disebut teleios atau sempurna, karena obengnya
tadi benar-benar memenuhi maksud dan tujuan saya membelinya.
- Obeng itu sudah
berfungsi seperti yang saya maksudkan.
- Walaupun obeng
tadi, warnanya kurang pas, tetapi dia sudah berfungsi sesuai dengan yang
saya maksudkan.
Orang kristen disebut teleios (sempurna) seperti Bapa yang sempurna,
jika sudah berfungsi seperti yang Bapa maksudkan, yakni menyatakan kasih kepada
orang yang memusuhi saya, kepada orang yang jahat dan kepada semua orang.
ILUSTRASI
Seorang
wanita berkulit hitam yang telah renta dengan pelahan bangkit berdiri di suatu
ruang pengadilan di Afrika Selatan.
- Umurnya kira-kira 70,
di wajahnya tergores penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun.
Di depan, di kursi terdakwa, duduk Mr. Van der Broek, ia
telah dinyatakan bersalah telah membunuh anak laki-laki dan suami wanita itu.
Beberapa tahun yang lalu laki-laki itu datang ke rumah
wanita itu.
- Ia mengambil anaknya, menembaknya dan membakar
tubuhnya.
- Beberapa tahun
kemudian, ia kembali lagi. Ia mengambil suaminya.
Dua
tahun wanita itu tidak tahu apa yang terjadi dengan suaminya.
Kemudian,
van der Broek kembali lagi dan mengajak wanita itu ke suatu tempat di tepi
sungai.
- Ia melihat suaminya
diikat dan disiksa.
- Mereka memaksa suaminya
berdiri di tumpukan kayu kering dan menyiramnya dengan bensin.
- Kata-kata terakhir yang
didengarnya ketika ia disiram bensin adalah, “Bapa, ampunilah mereka.”
Belum
lama berselang, Mr. Van den Broek ditangkap dan diadili. Ia dinyatakan bersalah, dan sekarang adalah saatnya untuk
menentukan hukumannya.
Ketika wanita itu berdiri, hakim bertanya, “Jadi, apa
yang Anda inginkan? Apa yang harus dilakukan pengadilan terhadap orang ini yang
secara brutal telah menghabisi keluarga Anda?”
Wanita itu menjawab, “Saya menginginkan tiga hal.
- Pertama, saya ingin
dibawa ke tempat suami saya dibunuh dan saya akan mengumpulkan debunya
untuk menguburkannya secara terhormat.”
- Setelah berhenti
sejenak, ia melanjutkan, “Suami dan anak saya adalah satu-satunya keluarga
saya. Oleh karena itu permintaan saya kedua adalah, saya ingin Mr. Van den
Broek menjadi anak saya. Saya ingin dia datang dua kali sebulan ke ghetto
(perumahan orang kulit hitam) dan melewatkan waktu sehari bersama saya
hingga saya dapat mencurahkan padanya kasih yang masih ada dalam diri
saya.”
- “Dan, akhirnya,” ia
berkata, “permintaan saya yang ketiga. Saya ingin Mr. Van den Broek tahu
bahwa saya memberikan maaf bagi dia karena Yesus Kristus mati untuk
mengampuni.
- Begitu juga dengan
permintaan terakhir suami saya. Oleh karena itu, bolehkah saya meminta
seseorang membantu saya ke depan hingga saya dapat membawa Mr. Van den
Broek ke dalam pelukan saya dan menunjukkan padanya bahwa dia benar-benar
telah saya maafkan.”
Ketika
petugas pengadilan membawa wanita tua itu ke depan, Mr. Van den Broek sangat
terharu dengan apa yang didengarnya hingga pingsan.
Kemudian,
mereka yang berada di gedung pengadilan – teman, keluarga, dan tetangga –
korban penindasan dan ketidakadilan serupa – berdiri dan bernyanyi
"Amazing grace, how sweet the sound that saved a wretch like me. I once
was lost, but now I'm found. 'Twas blind, but now I see.
Wanita yang memberikan kasih melalui
perkataan, dan perbuatan ini, kita sebut teleios. Dia sudah memenuhi maksud
Tuhan menjadikannya sebagai manusia baru yang berbeda dari dunia ini, yang
lebih dari dunia ini.
Kiranya kitapun , boleh menjadi teleios,
sempurna dalam kasih, lebih dari dunia ini, memiliki tabiat ilahi dan bukan
tabiat manusiawi. Amin
Pdt. Johannis Trisfant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar