Kamis, 27 November 2008

MELAYANI DENGAN KOMITMEN DAN SUKACITA


 


 

Pembinaan aktivis Koor/paduan suara gereja


 

Psa 16:11 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.


 

2Ch 5:13 Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan,


 

Jika kita perhatikan pelayanan yang dilakukan oleh para pelayan atau aktivis di dalam gereja, maka terlihat ada sebuah jurang pemisah yang sangat lebar antara kesungguhan mereka dalam pelayanan di gereja dengan kesungguhan dalam melayani Tuhan. Di dunia kerja sebagian besar para pelayan Tuhan bekerja dengan komitment dan dedikasi yang tinggi. Mereka begitu disiplin, tepat waktu, all-out, penuh perencanaan, penuh tanggung jawab, dan memegang komitmen kerja mereka. Atau kalau mereka berdagang, maka sangat komitmen dalam usahanya itu. Hujan pun dijalani, yang penting langganan tidak kabur. Namun sebaliknya dalam dunia pelayanan mereka mewujudkan kinerja pelayanan yang buruk. Mereka melakukan pelayanan dengan seenaknya, jam karet, setengah hati, semua serba mendadak, kurang bertanggung jawab dan tidak berkomiten.

 
 

Apakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan yang seperti itu? paling sedikit ada dua alasan mengapa mereka berlaku demikian. Pertama, karena para pelayan Tuhan merasa pelayanan adalah sukarela (Ing. voluntary) sehingga pelayanan dapat dikerjakan dengan sesukanya. Lain halnya dengan pekerjaan. Seorang karyawan akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional karena ia mendapat upah atau keuntungan dari pekerjaannya itu. Jika dirinya tidak sungguh-sungguh, maka dia tidak bisa menabung untuk masa depan. Kedua, di dalam pelayanan tidak ada ganjaran yakni hukuman ataupun hadiah bagi seseorang yang melalaikan tugas pelayanannya. Mereka yang tidak mengerjakan pelayanannya dengan serius tidak mendapat hukuman apa-apa. Paling paling ia mendapat teguran dari rekan pelayanan atau pemimpin koornya. Sedang seorang karyawan yang melalaikan tugasnya akan mendapat hukuman yang jelas seperti: surat peringatan, pemotongan gaji dan paling buruk adalah pemecatan. Begitu juga halnya dengan hadiah. Seorang pelayan Tuhan yang melakukan pelayanan dengan sungguh-sungguh tidak melihat hadiah yang jelas meski ia tahu bahwa Tuhan menyediakan baginya mahkota kehidupan di surga. "Paling-paling" ia akan mendapat pujian dari rekan pelayanannya atau jemaat yang dilayaninya. Bahwa koornya tampil bagus, hanya itu. Sedang seorang karyawan akan mendapat kenaikan gaji atau promosi sebagai reward atas kerja kerasnya.

 
 

Tapi benarkah komitmen itu hanya milik pekerjaan dan perusahaan, sedang dalam pelayanan yang ada hanyalah sukarela yang boleh dikerjakan sesukanya dan serelanya? Tentu saja jawabannya adalah tidak! Justru pelayanan mesti dilakukan dengan komitmen yang tinggi, yaitu dengan penuh tanggung jawab, kesungguhan. Bahkan kualitas pelayanan seharusnya berada di atas kualitas kerja atau usaha kita. Mengapa demikian? Setidaknya ada empat alasan:

 
 

1. Kalau saudara seorang karyawan, saudara bekerja untuk atasan saudara. Kalau saudara seorang pengusaha, saudara bekerja untuk diri Anda sendiri. Namun pada saat melayani, saudara bekerja untuk Tuhan, Raja segala raja, Allah segala Allah dan Bos segala bos. "Atasan" kita dalam pelayanan mempunyai posisi yang jauh lebih tinggi dari atasan mana pun yang ada di dunia ini. Oleh sebab itu logikanya adalah dalam pelayanan kita mesti melakukannya dengan sungguh-sungguh dan penuh komitmen

 
 

2. Kita ini adalah kartu Pra Bayar dan Pasca Bayar sekaligus. Kita telah dibeli lunas dengan darah Kristus (1 Korintus 6:20; 1 Petrus 1:19). Harganya telah lunas terbayar. Kalau untuk upah atau keuntungan yang belum kita peroleh, kita bekerja dengan penuh tanggung-jawab dan kesungguhan, tentunya dalam pelayanan kita akan melakukannya dengan lebih sungguh-sungguh lagi. Mengapa demikian? Karena kita ini telah menerima "upah" sebelum kita mengerjakan pelayanan kita. Yesus, melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib, telah menebus kita dari segala dosa kita. Dan itulah upah terbesar yang telah kita terima. Dan kelak, kita masih akan menerima upah lagi yang besar di surga yang mulia. Jadi kita ini, Pra Bayar dan Paskah bayar.

 
 

3. Demi meningkatkan profesionalisme kerja perusahan-perusahan berjuang agar mereka dapat mememuhi standar yang ditetapkan oleh International Organization for Standardization (ISO). Sebagai bawahan dari Allah Pencipta-Pemilik-Pengatur alam semesta ini kita mesti berjuang untuk mengikuti standar kerja yang dimiliki oleh-Nya. Seperti apa standar kerja Allah? Jelas standar kerja Allah adalah standar kerja yang sempurna. Ia menciptakan alam semesta ini tanpa kesalahan setitik pun. Dalam mengatur alam semesta pun Ia melakukannya dalam kesempurnaan. Dan jelas tak ada seorang manusia pun yang dapat memenuhi standar kerja Allah yang sempurna. Namun Allah memanggil kita yang tidak sempurna ini untuk terlibat dalam pekerjaan-Nya. Kalau Allah mau memakai kita yang tidak sempurna itu tidak berarti kita boleh melayani dengan seenaknya. Tapi justru kesempurnaan Allah hendaknya membuat kita melayani sebaik mungkin

 
 

  1. Kalau pelayanan koor disebut bisnis, maka "Bisnis pelayanan koor" kita kekal dan lebih mulia dari segala bisnis mana pun. Mengapa demikian? Karena pelayanan koor kita berhubungan dengan kerajaan sorga. Pujian yang dinyanyikan oleh paduan suara, adalah kebenaran Allah.


     

    Firman Allah itu disampaikan melalui berbagai macam cara dalam sebuah ibadah. Firman Allah disampaikan melalui pembacaan bertanggapan, melalui kotbah. Firman Tuhan juga diberitakan melalui sakramen perjamuan kudus. Sakramen perjamuan kudus adalah firman Tuhan yang dicicipi. Kotbah adalah firman Tuhan yang di dengar. Namun selain melalui pembacaan bertanggapan, kotbah, sakramen, firman Tuhan juga diberitakan melalui pujian, baik itu olehjemaat maupun oleh paduan suara. Jadi paduan suara memegang peranan yang sangat penting dalam ibadah, karena menyanyikan kebenaran Allah atau kebenaran mengenai Allah atau perbuatan-perbuatan Allah. 1 Taw 16:9 Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!

    Sehingga Allah memberikan perintah kepada Musa, agar mengajarkan kepada Israel nyanyian mengenai perbuatan-perbuatan Allah agar mereka tidak melupakan pekerjaan besar yang telah dikerjakan Allah. (Ul 32)


 

Bukankah ini sebuah pelayanan yang sangat penting dan lebih mulia dari pekerjaan dagang, dari tugas sehari-hari kita? Pelayanan Koor memiliki nilai kekal.

Intropeksilah diri kita. Selama ini seperti apa kita melayani? Apakah kita ini seorang pelayan yang berkomitmen ataukah pelayan yang sembarangan? Mangapul Sagala membuat sebuah lagu yang syairnya berbunyi: bukan sembarang pekerja. Kita ini bukan sembarang pekerja, tetapi merupakan pekerja Kristus yang mulia. Karena kita melayani Allah yang luar biasa.

  
 

Ada sebuah contoh yang amat menarik untuk diperhatikan, sebuah teladan dalam dunia pelayanan Kristen, cerita mengenai salah seorang pahlawan dalam dunia pelayanan bernama David Livingstone.David Livingstone berasal dari desa Blantyre, Skotlandia. Sejak masih muda ia sudah memiliki ketertarikan terhadap Alkitab dan terus berusaha untuk mencari kebenaran dari kehendak Tuhan, sebelum akhirnya ia dipilih oleh Tuhan untuk memberitakan Injil ke benua Afrika. Kegigihan dalam bekerja dan ketekunan dalam mewujudkan ambisi telah nampak dalam dirinya sejak ia masih muda. Pada saat ia berminat untuk belajar ilmu kedokteran sementara keluarganya tidak sanggup untuk membiayai, ia tidak putus asa begitu saja. Dengan giat ia bekerja di sebuah pabrik pemintalan dengan gaji hanya 5 shilling per minggu, padahal biaya untuk sekolah kedokteran waktu itu mencapai 12 pounds per sesi (1 pounds = 20 shilling). Namun berkat kerja keras dan ketekunannya ia akhirnya dapat belajar ilmu kedokteran di Anderson College pada tahun i836.

 
 

Pada musim gugur 1838, David telah diterima oleh Perhimpunan Perkabaran Injil London (London Missionary Society). Awalnya David ingin pergi ke Cina, tetapi akhirnya ia memilih diberangkatkan ke Afrika karena pihak perhimpunan menutup kemungkinan untuk Cina menyusul situasi negara yang sedang kacau.Di Afrika inilah sebuah perjalanan dan pelajaran berat telah menanti seorang David Livingstone yang memiliki misi untuk memberitakan injil.Tantangan pertama David mungkin hanya sebatas medan yang berat di Afrika, namun setelah itu hambatan mulai datang bahkan dari perhimpunan yang dipercayainya.Di awal David menjelajahi benua Afrika, ia terkena berbagai macam penyakit seperti demam sungai dan sebagainya, belum lagi medan di Afrika yang sangat berat membuat David amat kelelahan secara jasmani. Namun berbekal semangat untuk menyelamatkan bangsa Afrika dari kegelapan, David memperoleh kekuatan yang membuatnya dapat terus bertahan. David melihat bahwa salah satu cara memasukkan injil ke dunia Afrika adalah dengan membuka benua Afrika kepada dunia luar. Afrika begitu tertutup terhadap dunia luar sehingga kebudayaan yang berkembang di dalamnya masih sangat primitif dan sarat kegelapan. Praktek kanibalisme dan ilmu hitam yang masih sangat kental di Afrika serta teknologi modern yang juga belum dapat masuk membuat banyak rakyat Afrika menderita. Melihat kenyataan inilah David merasa terbebani untuk mengenalkan injil kepada Afrika agar benua tersebut dapat diselamatkan.

 
 

Saat David bersemangat untuk memberitakan Injil, cobaan demi cobaan terus datang melanda David. Perhimpunan mulai mempertanyakan keberhasilan misi David untuk Afrika berkaitan dengan dana yang dikeluarkan untuk misi tersebut. Keterbebanan David terhadap Afrika, pihak perhimpunan yang tidak bersahabat, dan keterbebanan David akan keluarganya serta keletihan secara jasmani bercampur menjadi satu di Afrika. Namun seorang David Livingstone tidak akan menyerah begitu saja, ia tetap berusaha untuk menjelajahi Afrika sambil terus menguatkan diri untuk mencari jalan keluar dari permasalahan dan kesedihannya.

 
 

Pada bulan Desember 1856, setelah 16 tahun menjelajahi Afrika David kembali ke Inggris, dan ia menjadi sangat terkejut. Banyak sekali pujian yang ia terima dari berbagai pihak termasuk dari pihak kerajaan Inggris bahkan perhimpunan. David tentu sangat marah terhadap pihak perhimpunan yang terlihat menjilat. Tetapi saat mendengar pujian dari Ahli Astronomi Kerajaan dari Cape Town, Maclear, David merasa bangga:

 
 

Apa yang dilakukan oleh orang ini belum pernah terjadi sebelumnya. Anda dapat pergi ke segala penjuru daerah, sepanjang jalur Livingstone, dan merasa pasti akan posisi Anda.

 
 

Ia kemudian diundang untuk berbicara di Universitas Glasgow, di negerinya sendiri Skotlandia. Sekarang mari kita melihat kisah yang ditulis mengenai saat itu:

 
 

Kebiasaan para mahasiswa calon sarjana di jaman itu ialah menyela dan mengganggu pembicara tamu dengan segala macam pertanyaan. Jadi mereka siap menghadapi pengkhotbah ini dengan terompet mainan, suitan, alat pengertak, dan segala macam alat pembuat gaduh. Mereka bahkan menyediakan senapan angin. Livingstone menaiki panggung dengan langkah gontai seorang yang sudah berjalan sebelas ribu mil. Lengan kirinya menggantung hampir tak berguna di sisinya, karena bahunya pernah diremukkan singa besar. Tubuhnya kurus kering, kulitnya coklat tua dibakar mentari Afrika selama enambelas tahun lamanya. Wajahnya mengandung tak terhitung banyaknya kerut merut akibat didera berbagai demam Afrika yang menyerang tubuhnya. Ia setengah tuli karena demam rematik, dan setengah buta gara-gara ranting pohon menghantam matanya. Ia menggambarkan dirinya sebagai "sekantong tulang belulang." Para mahasiswa terlongong-longong menatapnya, mereka tidak bisa percaya apa yang mereka lihat. Alat-alat pembuat gaduh mereka tidak mengeluarkan suara sementara keheningan yang khusyuk menjalar ke seluruh pengunjung. Mereka tahu bahwa ada satu kehidupan yang sudah dikorbankan untuk Allah dan sesama manusia. Mereka mendengarkan sementara Livingstone menceritakan kepada mereka petualangannya yang luar biasa, ia memberitahu mereka kebutuhan sangat besar dari para penduduk asli Afrika.

 
 

Ia berkata kepada mereka, "Saya akan memberitahu kalian apa yang menopang saya di tengah semua kerja keras dan penderitaan dan kesepian yang tak dapat saya gambarkan beratnya. Yang menopang saya adalah sebuah janji, janji seorang beradab yang paling terpuji dan sakral, ialah janji, "Ketahuilah, Aku akan menyertaimu senantiasa, sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20)

 
 

David Livingstone menghabiskan sisa hidupnya di Afrika sambil terus memberitakan Injil. Ia merasakan kehilangan dari tiga orang yang sangat dikasihinya secara bergantian, ayahnya, anaknya, dan terakhir istrinya. Namun komitmen yang sepenuhnya terhadap Kristus nampak nyata sekali terlihat dalam catatan buku hariannya:

 
 

"Aku tidak menilai apapun yang aku miliki atau mungkin punyai sebagai berharga, kecuali yang berhubungan dengan kerajaan Kristus. Jika ada sesuatu yang dapat memajukan kepentingan kerajaan-Nya, maka hal itu harus diberikan kepada orang lain atau disimpan, hanya jika melalui memberi atau menyimpan itu aku dapat membesarkan kemuliaan-Nya, karena dari-Nya aku mendapat pengharapanku pada waktu nanti dan di dalam kekekalan."

 
 

Susi dan Chuma (para pembantu David di Afrika) mengubur jantung dan organ-organ tubuh bagian dalam David di bawah sebuah pohon mvula. Mereka mengawetkan jasadnya dengan garam dan mengeringkannya di bawah sinar matahari selama dua minggu. Mereka membungkusnya di dalam kain belacu, kemudian pohon bark, dan terakhir dengan kain kapal. Mereka mengikatkan bundelan tersebut ke sebuah batang kayu dan membuatnya. Mereka dan penduduk asli lainnya membawa bundelan tersebut selama delapan bulan menuju Zanzibar (1000 mil lebih).Di dalam perjalanan , seorang asing menyarankan mereka untuk membuang bundelan tersebut. Chuma menjelaskan, "Tidak. Ini adalah orang besar, sangat, sangat besar…..!!"Pada tanggal 18 April 1874, Livingstone dimakamkan di Westminster Abbey.

 
 

Setelah membaca cerita tentang perjalanan David Livingstone tentunya kita akan memahami, bahwa hal yang diperlukan untuk menjadi pelayan Tuhan adalah penyerahan diri terhadap kehendak-Nya.Pelayanan tidak membutuhkan jumlah orang yang banyak, uang yang berlimpah, atau orang-orang yang hebat. Pelayanan membutuhkan orang yang berkomitmen penuh, dan mengikuti kehendak Allah.Lebih baik lemah tetapi berkomitmen daripada sebaliknya, karena sebuah komitmen bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah diberikan atau diajarkan.

 
 

 
 

  1. Lakukanlah pelayanan sdr dengan sukacita.

     
     

Alasan pertama, yang seharusnya membuat kita bersukacita dalam pelayanan KOOR adalah karena sdr melayani dalam bidang pujian. Pelayanan ini seharusnya paling tidak stress, karena penuh dengan nyanyian. Betul enggak? Yah....kecuali kalau latihannya enggak bisa-bisa.


 

Allah itu menghendaki agar firmanNya, bukan hanya berada di mulut tetapi juga di hati. (Mzm 1, 119:11, kol 3:16). Pada waktu sdr menyanyi, tentunya, nyanyian itu bukan hanya berada sampai di mulut saja, melainkan sampai di hati. Sukaicta sdr ketika beribadah kepada jemaat, sambil menyanyikan pujian tentunya akan lebih besar dari yang di alami oleh jemaat. Sebab jemaat hanyalah mendengarkan nyanyian sdr, sedangkan, sdr yang menyanyi akan lebih merasakan, lebih menjiwai pujian itu. Dan ini merupakan sebuah sukacita pelayanan yang tidak akan pernah dirasakan oleh mereka yang tidak ikut pelayanan paduan suara. Sama halnya pengkotbah dengan jemaat. Pengkotbah akan lebih mendapatkan berkat melalui kotbah yang disampaikannya dibandingkan dengan jemaat yang mendengarkannya. Sebab pengkotbah lebih menjiwai firman Tuhan yang diberitakan. Demikian jugal;ah dengan pelayanan paduan suara. Pelayanan ini seharusnya mendatangkan sukacita yang sangat besar bagi sdr, baik pada waltu latihan, maupun pada waktu tampil. Sukacita ini tidak akan diperoleh dalam dunia pekerjaan ataupun usaha. Sukacita ini hanya dialami oleh kita yang berbagian dalam pelayanan paduan suara. Dalam PL ada orang-orang yang khusus melayani dalam paduan suara. Mengapa orang-orang khusus melayani di paduan suara demikian setia melakukan pelayanannya? Mereka setia bukan hanya karena mereka suka menyanyi, melainkan karena Karena pelayanan ini sesungguhnya mendatangkan berkat sukacita yang sangat besar.


 

Alasan kedua terdapat di dalam perumpamaan Tuhan Yesus. dalam Luk 15:11-32 dimana seorang ayah memiliki 2 anak laki-laki. Ketika ayahnya masih hidup, Anak bungsu meminta bagian harta warisannya. Ayahnya memenuhi keinginannya dan membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. (13) Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Akibatnya adalah dia menjadi melarat dan ingin kembali ke rumah ayahnya,w alaupun hanya sebagai seorang upahan. Namun ketika dia pulang, ternyata sambutan ayahnya begitu luar biasa. Dia tidak dianggap sebagai orang upahan, melainkan tetap sebagai anak. Dan ayahnya mengadakan pessta besar untuk menyambut pulangnya anak yang hilang ini.


 

Tetapi , kakak dari anak bungsu ini, yakni anak sulung, marah dengan sikap penuh kasih dari ayahnya ini. Ia tidak mau masuk ke dalam rumah, ke pesta itu. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. (29) Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Anak sulung ini menunjukkan bahwa sikapnya adalah sikap seorang hamba , dan bukan sikap seorang anak. ayat 29 "….telah bertahun-tahun aku melayani bapa….Selama ini dia hidup bersama-sama dengan ayahnya, tanpa kesadaran bahwa dirinya adalah anak. Dia hanya menganggap dirinya adalah budak. " saya sudah bekerja, mana upahku? Dia melakukan pelayanannya hanya sebagai sebuah tugas, kewajiban seorang budak. Apa bedanya anak dengan budak? Seorang anak akan bekerja tanpa hitung-hitungan. Sedangkan seorang pembantu akan bekerja dengan hitung-hitungan. Saya bekerja berapa jam, upahnhya berapa? Seorang anak, akan bekerja bahkan sampai malam demi membantu papanya. Seorang anak akan melakukan pekerjaan papanya karena ada rasa memiliki. Dia akan memiliki sukacita dalam membantu papanya. Sebaliknya seorang pembantu, tidak akan ada sukacita yang besar ketika dia melakukan pekerjaannya. Mungkin saja ada sedikit sukacita tetpi sukacita seorang anak ketika bekerja untuk papanya pasti jauh lebih besar dari sukacita seorang budak yang bekerja. Bagaimana dengan pelayanan kita? Apakah selama ini kita melayani dengan sukacita karena sedang melayani bapa kita ataukah kita melayani tanpa ada sukacita? Jika kita menyadari akan kebenaran ini, bahwa kita sedang melayani Bapa Sorgawi yang SANGAT MENGASIHI kita, maka pelayanan sdr akan berubah. Rutinitas latihan, akan menjadi sebuah sukacita, bukan sekedar sebuah kewajiban belaka.


 

Tidak ada komentar: